Gas 12 Kg Diduga Banyak Oplosan Beredar di Aceh

Ilustrasi, gas 13 kilogram. (ist)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Sejumlah warga Kota Banda Aceh baru-baru ini mengeluhkan tentang elpiji kemasan tabung 12 kg yang saat digunakan menjadi lebih cepat habis dari biasanya.

Padahal intensitas penggunaannya sehari-hari tetap sama. Seorang ibu rumah tangga bernama Sakdiah salah seorang yang mengalami kejanggalan tersebut.

Beberapa waktu yang lalu dia melakukan penukaran tabung kosong dengan yang berisi di salah satu pangkalan gas. Hanya saja isi gas tersebut cepat habis, tidak seperti biasanya.

Mendapat informasi itu, Ketua Hiswana Migas Aceh, Nahrawi Noerdin akan mengawasi dan meneyelidiki pangkalan yang diduga menjual gas oplosan.

“Keluhan serupa juga sering kita dengarkan, ini menjadi catatan kita dan akan kita awasi” katanya, Senin (14/11).

Pihaknya terus berkoordinasi dengan Pertamina dan sejumlah rekan-rekan pengelola SPPBE yang ada di Aceh, untuk memastikan bahwa semua proses pengisian elpiji di SPPBE berjalan normal dan sesuai dengan SOP yang ditetapkan. Dari sisi kuantitas, ada mekanisme yang ketat dan tersistem untuk memastikan isi tabung sesuai takaran.

“Pengisiannya di SPPBE saya kira tidak ada masalah karena jika kurang akan di reject secara otomatis, sebab pengisiannya dilakukan dengan sistem” sebutnya.

Nahrawi menambahkan, belakangan ini pihaknya juga mendapatkan laporan dari sejumlah agen elpiji non subsidi dari hampir seluruh wilayah di Aceh, baik di pantai timur, tengah, maupun barat selatan, bahwa saat ini ada tabung elpiji kemasan 12 kg yang beredar di pasar dengan harga sangat murah.

Bahkan lebih murah dari harga penebusan resmi ke Pertamina sekalipun. Sehingga banyak kios dan toko pengecer yang kemudian memilih mengambil barang murah ini.

“Kita mencurigai LPG tersebut buka dari penyalur resmi,” ungkapnya.

Selain itu pihak Hiswana Migas Aceh juga melakukan pemantauan langsung ke pasar. Laporan petugas yang melakukan monitoring ternyata sama, bahwa ada pasokan elpiji kemasan 12 kg dari luar Aceh yang masuk ke wilayah Aceh dan dijual dengan sangat murah, jauh di bawah harga pasar.

Tabung-tabung dari luar Aceh ini dibawa ke Aceh dengan menggunakan jasa dari beberapa perusahaan ekspedisi.

“Sebenarnya gak jadi soal jika barang non subsidi dari luar Aceh itu dijual di Aceh sejauh regulasinya memang membolehkan. Tapi yang jadi pertanyaan, bagaimana mungkin elpiji itu bisa dijual dengan harga sangat murah,” katanya.

Padahal harga resmi penebusan elpiji dari Pertamina oleh agen itu sama, baik di wilayah Aceh maupun luar Aceh.  Jika Agen dari Medan misalnya, kata dia dikirim barangnya ke Banda Aceh untuk dijual, hitungannya akan lebih mahal, karena ada biaya ekstra untuk pengiriman.

“Dari sinilah muncul kejanggalan dan ketidaknormalan itu” papar Nahrawi.

Nahrawi menduga ada tindakan melawan hukum dengan mengoplos isi tabung elpiji 3 kg yang bersubsidi dan memindahkannya ke tabung 12 kg yang kemudian diedarkan ke pasar.

“Disparitas harga antara elpiji 3 kg dan 12 kg yang begitu jauh bisa menjadi motiv utamanya,” rincinya.

Pihaknya berharap aparat penegak hukum segera bertindak. “Kami berkeyakinan bahwa aparat hukum kita sudah mengendus hal ini,” katanya.

Related posts