(KANALACEH.COM) – Setelah lama menanti, Nabi Ibrahim AS akhirnya memiliki keturunan. Istri kedua beliau, Hajar, mengandung anak. Bayi ini kemudian diberi nama Ismail.
Nabi Ibrahim sangat menyayangi Ismail sebab dia adalah putra yang sangat ditunggu-tunggu kelahirannya. Namun, ketika sang anak dalam usia lucu-lucunya, rasul yang bergelar “sang kekasih Allah” (Khalilullah) itu mendapatkan wahyu untuk menyembelih anak kesayangannya itu.
“Maka ketika anak itu (Ismail) sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, ‘Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!’ Dia (Ismail) menjawab, ‘Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar'” (QS as-Saffat: 102).
Dalam kitab tafsir ibn Jarir al Tabari, terdapat ketertarikan yang diriwayatkan Ibnu Abbas yang menjelaskan bahwa mimpinya nabi Ibrahim terkait perintah menyembelih putranya itu terjadi tidak hanya sekali melainkan terjadi beberapa kali. Para ulama sepakat bahwa mimpi para nabi itu adalah mimpi yang benar berupa wahyu (arru’ya as shodiqah).
Berdasarkan riwayat Ibnu Abbas itu dijelaskan bahwa pada tanggal 8 Dzulhijjah Nabi Ibrahim belum menceritakan ihwal mimpinya menyembelih Ismail. Kala itu, sang Khalilullah masih berada di Mina. Ia pun merenungkan tentang mimpinya. Karenanya hari itu juga disebut yaumul tarwiyah, yang sejatinya bermakna ‘hari merenung.’
Keesokan harinya, yakni pada 9 Dzulhijjah, Ibrahim AS kembali bermimpi yang sama, yakni menyembelih putranya. Kala itu, ia sedang berwukuf di Padang Arafah. Ibrahim AS baru mengerti dan yakin bahwa mimpi yang dialaminya adalah mimpi yang benar atau wahyu (ru’ya as shodiq). Karenanya, hari itu kelak disebut juga sebagai Yaumul Arafah.
Maka pada tanggal 10 Dzulhijjah, Ibrahim AS pun melaksanakan perintah menyembelih putranya itu. Sejumlah kitab turats menuliskan, lokasi sang Khalilullah ketika akan menyembelih putranya itu berada di sebuah bukit di Mina.
Sementara itu, ketika Ismail hendak disembelih, setan berupaya untuk menggoyahkan keimanan Nabi Ibrahim dan juga putranya tersebut. Akan tetapi, kepercayaan bapak dan anak itu pada Allah tidak tergoyahkan.
Sebelum Ibrahim AS dan putranya sampai di tempat yang dituju, tiba-tiba Iblis datang menggoda sang Khalilullah agar mengurungkan niatnya menyembelih Ismail. Namun, dengan penuh keyakinan dan ketakwaan kepada Allah SWT, Ibrahim AS tetap melaksanakan perintah Tuhannya.
Ia tahu tujuan iblis pada hakikatnya adalah untuk mengajaknya membangkang terhadap perintah Allah. Karena itu, Ibrahim AS kemudian mengambil kerikil dan melempari Iblis dengan batu-batu kecil itu sebanyak tujuh kali. Inilah yang kemudian menjadi salah satu bagian dari rangkaian haji yang dilakukan umat Islam.
Tak berhasil mempengaruhi Ibrahim, Iblis lalu menghasut istri beliau, yaitu Hajar. Perempuan tersebut diprovokasinya agar mencegah niat sang suami menyembelih putranya. Dalam pikirannya, seorang ibu pasti tak akan tega membiarkan buah hatinya disembelih.
Namun, Hajar menolak karena yakin bahwa suaminya itu sedang melaksanakan perintah Allah. Istri Ibrahim AS ini juga melempari Iblis dengan batu kerikil. Lokasi pelemparan Hajar itu kemudian dijadikan tempat melempar Jamrah Wusta.
Iblis pun masih berupaya menggagalkan. Ia kemudian mendekati Ismail yang dianggap masih memiliki keimanan dan ketakwaan yang rapuh. Namun, anak muda ini justru menunjukan mental yang kuat.
Ia melakukan perlawanan pada Iblis. Sebab, dirinya yakin akan perintah Allah SWT kepada ayahnya, Nabi Ibrahim AS. Jadilah keluarga ini–Nabi Ibrahim, Siti Hajar, dan Ismail–bersama-sama melempari Iblis dengan batu kerikil. Ini yang kemudian diabadikan menjadi lemparan Jumrah Aqabah.
Hingga ketika Ismail AS berada di lempengan batu dan hendak disembelih oleh Nabi Ibrahim, Allah SWT menggantikan Ismail dengan seekor hewan yang besar gemuk. Dalam beberapa riwayat, disebutkan binatang itu adalah kambing gibas yang putih, besar dan bertanduk. Sejak itulah, berkurban menjadi syariat turun temurun hingga kepada umat Nabi Muhammad SAW. [Republika]