(KANALACEH.COM) – Dalam hening malam, terkadang aku termenung di sudut persegi kehidupan. Ada saat-saat di mana hatiku meloncat girang ketika cahaya menembus gelap, tetapi seringkali pula aku tertunduk, tenggelam dalam kelam.
Semua ini adalah cerminan dari perasaan yang tak dapat kuungkapkan dengan kata-kata: kerinduan pada sosok yang belum pernah ku tatap, namun begitu dekat di hati.
Dia adalah Rasulullah, yang kisahnya sering kudengar dari para pendakwah dan ulama. Sosok penuh kelembutan dan kebijaksanaan. Tidak pernah aku melihat wajahnya, tidak pernah mencium harumnya, bahkan tidak pernah menyentuh jasadnya yang kekar.
Namun entah mengapa, kerinduan ini begitu membuncah, seakan-akan jarak dan waktu tak mampu menahan gelombang cinta yang datang dari sudut hatiku yang terdalam.
Aku lahir jauh dari masanya. Aku tak pernah hidup di zamannya. Namun, sejarah Islam selalu menceritakan perjuangannya yang tak kenal lelah. Setiap kisah tentangnya adalah kilatan harapan bagi jiwa yang lelah mencari teladan.
Rasulullah bukan hanya seorang pemimpin, tetapi juga seorang manusia yang mengajarkan cinta tanpa batas kepada umatnya. Dan cinta itu, meskipun tidak pernah kusaksikan secara langsung, tetap terasa nyata—menembus hati, mengisi ruang kosong yang selalu merindukan perjumpaan dengannya.
Di bulan Rabiulawal ini, seluruh penjuru dunia Muslim merayakan hari kelahirannya. Setiap tempat bergema dengan shalawat, setiap lisan mengucapkan cinta kepada Rasulullah.
Namun, aku sadar, sebesar apapun perayaan yang kami adakan, takkan pernah sebanding dengan pengorbanannya. Rasulullah tidak hanya membawa risalah kebenaran, tetapi juga memperjuangkan kemerdekaan spiritual bagi umatnya. Pengorbanan yang tak terbalas oleh apapun, kecuali cinta dan shalawat yang tulus.
Malam-malam Rabiulawal ini, aku lantunkan shalawat dengan penuh harap. Bukan hanya sebagai ungkapan cinta, tetapi sebagai jembatan penghubung antara diriku dan sosok yang begitu kurindukan. Shalawat adalah doa, dan doa adalah penghubung kita dengan Rasulullah. Setiap untaian kata shalawat yang terucap dari bibir, aku berharap dapat sedikit mengobati rasa rindu yang tak pernah terpuaskan ini.
Kerinduan ini tak akan pernah terhapus. Sebagaimana cinta yang abadi, rindu kepada Rasulullah akan terus hidup dalam hati setiap Muslim. Dan hingga hari pertemuan itu tiba, biarkan shalawat menjadi perantara rasa cinta dan rinduku pada manusia agung yang telah membebaskan kita dari kegelapan menuju cahaya.
Kerinduan kepada Rasulullah adalah bagian dari cinta yang terpendam dalam jiwa setiap Muslim. Dalam keterbatasan kita untuk berjumpa langsung dengannya, shalawat menjadi sarana yang paling mulia untuk menjembatani rasa cinta ini.
Semoga, di setiap bait shalawat yang kita lantunkan, ada secercah harapan bahwa suatu hari nanti, kita akan bertemu dengan beliau di akhirat. Hingga saat itu tiba, kita terus merajut cinta dalam doa dan amal, memperjuangkan ajaran yang beliau bawa dengan penuh kesungguhan.
Penulis: Harwalis (Dayah AMAL)