Aspekja Targetkan Ekspor Jabon dari Aceh

Aspekja Targetkan Ekspor Jabon dari Aceh
Konsultan MFP meninjau lokasi penanaman kayu jabon di aceh (Ist)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Pengusaha jabon di Aceh yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Kayu Jabon Aceh (Aspekja) menargetkan beberapa tahun ke depan Aceh dapat mengekspor kayu jabon untuk kebutuhan pasar internasional. Selain itu, Aspekja juga menargetkan Aceh dapat memiliki industri pengelohan kayu jabon sendiri, sehingga tidak lagi hanya menjual bahan mentah.

“Aceh memiliki potensi dan lahan yang luar biasa untuk pengembangan jabon. Banyak hutan rakyat di Aceh yang bisa ditanami jabon untuk peningkatan ekonomi masyarakat di Aceh, khususnya para petani jabon,” kata Ketua I Aspekja, Edi Mulyadi dalam rilis yang diterima media, Minggu (24/1).

Untuk memenuhi target tersebut, kata Edi, Aspekja dan Multistakeholder Forestry Programe (MFP) di Jakarta melakukan kerjasama pengembangan usaha jabon di Aceh, seperti memberikan pelatihan kepada para pengusaha Jabon yang tergabung di Aspekja untuk menambah pengetahuan tentang penembangan Jabon, memverifikasi dan mendata kayu jabon Aceh, mengupayakan adanya sertifikasi atau legalitas agar memiliki nilai jual, serta membuka peluang pasar jabon dan melahirkan industri-indutri pengelolahan kayu Jabon di Aceh.


Berita terkait:

Aceh ekspor komoditi pertanian via Krueng Geukeuh

Daya Ekspor Aceh Turun Drastis


“Dengan adanya program tersebut, kita berharap dapat menumbuhkan minat para petani di Aceh untuk menanam jabon. Selain itu, untuk syarat menjual dan mengekspor jabon itu juga diperlukan adanya verifikasi agar memiliki legalitas yang sah, atau dengan kata lain kayu yang dihasilkan bukan dari alam, tetapi dari budidaya,” ujarnya.

Saat ini, Zahirnyah menambahkan, di Aceh telah ditanami kayu jabon lebih kurang berjumlah 2000 hektare dari 450 petani jabon yang tergabung di Aspekja.

“Ini baru yang terdata saja, belum lagi jumlah petani jabon lainnya yang belum bergabung di Aspekja. Untuk itu ke depan kami perlu mendata, agar bisa dilakukan analisis berapa jumlah Jabon yang dihasilkan di Aceh, untuk melahirkan industri pengolahan Jabon ddi Aceh nantinya,” jelas Zahirsyah.

Sementara itu Konsultan MFP yang membidangi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), Suryanto Sudiyo menilai persoalan jabon di Aceh saat ini adalah karena daerah Aceh terlalu jauh dengan pasar, di mana penjualan kayu jabon Aceh harus dijual ke Medan, Sumatera Utara.

“Jadi saat ini, petani Aceh yang menanam tetapi daerah lain yang menikmati hasilnya. Maka dari itu kami mendorong agar bagaimana industri pengolahan jabon bisa ada di Aceh, dan hasilnya bisa lebih dinikmati para petani dan pengusaha Jabon Aceh,” kata Suryanto.

Suryanto berharap kepada seluruh Stakeholder di Aceh dapat memberikan dukungan untuk memajukan pengembangan Jabon di Aceh, demi meningkatkan perekonomian Aceh.

“Jika pasar dan nilai jualnya sudah ada, maka masyarakat tidak perlu lagi disuruh menaman jabon. Mereka akan menanam sendiri, karena keuntungan untuk para petani,” tambahnya.[Sammy/rel]

Related posts