Mendagri bantah akan pangkas aturan wajib jilbab di Aceh

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI, Tjahjo Kumolo (Kompas)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo mengklarifikasi pemberitaan terkait pernyataan dirinya yang mengatakan akan memangkas aturan wajib jilbab di Aceh. Klarifikasi tersebut disampaikan dalam situs pribadinya, tjahjokumolo.com, Rabu (24/2).

Ia mengatakan ada media daring yang memutarbalikkan pernyataannya yang kemudian tersebar di media sosial. Padahal ia menyampaikan bahwa setiap peraturan daerah (Perda) harus disesuaikan dengan kondisi daerah itu sendiri.

“Kalau daerah yang masyarakatnya tidak satu agama, ya jangan buat Perda bahwa semua wanita wajib pakai jilbab. Di Aceh ada Perda wanita dilarang keluar rumah sendiri karena alasan tidak aman. Kalau sudah aman, ya Perdanya dicabut. Tetapi (pernyataan tersebut) ditulis menjadi “wanita Aceh dilarang berjilbab(?),” tulis Tjahjo Kumolo.

Menurut Tjahjo Kumolo, ia paham status Aceh memiliki otonomi khusus dan syariat Islam yang mewajibkan wanita muslim memakai jilbab. Namun, daerah lain tak bisa menerapkan aturan serupa karena tak semua warga di daerah lain itu beragama Islam.

“Ada daerah lain yang membuat Perda wanita wajib pakai jilbab meniru Aceh. Itu yang tidak boleh, karena warganya ada yang bukan muslim. Itu harus jadi pertimbangan,” ujarnya.

Sebelumnya, Tjahjo Kumolo mengatakan akan mencabut peraturan daerah (Perda) yang dinilai bertentangan dengan Undang-undang dan berpotensi menimbulkan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Salah satu Perda yang dianggap tidak sesuai dengan UU adalah aturan wajib memakai jilbab bagi wanita di Aceh, sementara ada masyarakat di Aceh yang beragama non muslim. Ia juga akan mengingatkan aturan yang melarang wanita keluar di atas pukul 23.00 WIB di Aceh karena dinilai berpotensi melanggar HAM.

“Termasuk mengingatkan putusan Wali Kota Aceh yang melarang wanita keluar di atas jam sepuluh malam, dia mengatakan sifatnya sementara sampai daerahnya aman,” ujar Tjahjo seperti dilansir merdeka.com, Selasa (23/2).

Sejumlah kalangan di Aceh mengecam pernyataan Mendagri tersebut, di antaranya Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unsyiah, Hasrizal dan Ketua Forum Komunikasi Pemberdayaan Pemuda Aceh (FKPP-Aceh), Rajali. [Sammy]

Related posts