Fadel minta KPK awasi Munaslub Golkar, tapi ditolak

Ketua Komite Etik Partai Golkar Fadel Muhammad di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Kamis (28/4). (Kompas)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Partai Golkar ingin membentuk satgas untuk mengawasi jalannya musyawarah nasional luar biasa (munaslub) yang akan digelar di Bali pada 23 Mei 2016.

Tim tersebut merupakan gabungan dari internal Partai Golkar bersama BIN, KPK, dan Polri.

Ketua Komite Etik Munaslub Golkar Fadel Muhammad mengaku sudah berbicara dengan Ketua KPK Agus Rahardjo mengenai rencana tersebut. Namun, Agus menolak.

“Dia enggak mau karena ini tidak ada kerugian negara,” ujar Fadel seusai rapat pleno DPP Partai Golkar di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Kamis (28/4).

“Saya bilang, saya cuma perlu aparatnya (KPK) dan metodologinya,” lanjutnya.

Fadel mengaku telah melakukan komunikasi dengan Agus belum lama ini melalui sambungan telepon. Menurut Fadel, Agus akan memberikan jawaban setelah munaslub disahkan terlebih dahulu.

“Kan baru disahkan di pleno hari ini. Kami mau bikin ini supaya bersihlah, penyelenggaraannya bagus,” imbuhnya.

Fadel juga mengaku sudah berbicara dengan Kepala BIN Sutiyoso. Menurut Fadel, Sutiyoso setuju untuk mendukung.

Keterlibatan BIN, kata Fadel, akan sangat aktif dalam munaslub. Mereka akan membaur bersama anggota komite etik dan polisi untuk memastikan bahwa penyelenggaraan munaslub berjalan baik.

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief sebelumnya mengatakan, pihaknya tidak akan terlibat dalam Munaslub Golkar karena hal itu merupakan urusan partai.

Menurut Laode, KPK tidak memiliki wewenang untuk ikut terlibat dalam urusan internal partai politik. Meski demikian, KPK berharap, tidak ada praktik politik uang.

“Ini berlaku bagi setiap partai politik, termasuk Golkar,” kata Laode beberapa waktu lalu.

Munaslub Golkar diperkirakan membutuhkan biaya sekitar Rp47 miliar. Tiap-tiap calon ketum Golkar  dibebankan Rp1 miliar.

Awalnya, biaya munaslub diestimasikan mencapai Rp66,9 miliar. Angka itu didasari asumsi bahwa setiap pengurus DPD provinsi dan kabupaten/kota diberi uang saku.

Namun, rapat pleno memutuskan agar uang saku peserta ditiadakan.

Sementara itu, untuk uang transpor, jumlahnya menurut kesepakatan akan disesuaikan dengan daerah asal peserta.

Peserta yang datang dari daerah yang lebih jauh akan mendapatkan uang transpor lebih besar. Sebaliknya, yang daerahnya lebih dekat akan mendapatkan uang transpor lebih sedikit. [Kompas]

Related posts