Jual buah Jamblang untuk bantu keluarga

Penjual buah Jamblang, Arif Saputra (12). (Kanal Aceh/Randi)

TANPA sehelai alas tempat duduk, termenung menyaksikan hilir mudik kendraan yang lalu lalang di jembatan jalan Diponegoro, Peunayoung Banda Aceh. Sinar matahari sore, seolah sudah terbiasa dihadapi, belasan penjual buah Jamblang senantiasa menjajakan dagangannya.

Bermodalkan ember bekas dijadikan meja sedangkan gelas plastik sebagai tempat buah. Untuk harga, satu porsi per gelas plastik dihargai Rp 5000. Mereka duduk tidak bergerombolan melainkan berjarak sekitar 10 meter dari pedagang satu ke lainnya.

Rasa buah ini mempunyai khas tersendiri, Asam manis dan sedikit sepat, memiliki aroma yang harum hingga membuat lidah setiap yang mencicipi ketagihan, tergantung bagi lidah yang suka dengan manisan ataupun dibubuhi garam dan gula serta dicampuri dengan cabe rawit.

Pantauan kanalaceh.com dilokasi, Rabu (22/6) sore, dari belasan pedagang buah jamblang, diantaranya sekitar tujuh orang masih anak-anak.

Salah seorang pedagang yang dihampiri, Arif Saputra (Foto) yang masih berusia 12 tahun warga desa Peulanggahan, Kuta Raja Banda Aceh, mengaku berjualan buah jamblang sejak awal ramadhan mulai pukul 16:30 WIB. Ia berjualan buah guna menambah penghasilan ekonomi keluarganya.

Sedangkan Ayah, Ibu serta kakaknya juga berdagang takjil di jalan Tgk Daud Beureueh tidak jauh dari lokasi ia berdagang. Meski di tempat terpisah, Arif tetap semangat walaupun sendirian berjualan buah yang memiliki rasa manis agak sepat itu.

“Jual buah ini untuk tambah uang belanja aja bang, kalau orang tua jualan juga, tapi disana (Jalan Tgk Daud Beureueh),” katanya dengan singkat.

Mengenai penghasilan, tiap harinya tidak menentu, bahkan di awal puasa cuma satu porsi saja yang laku. Itupun masih belum bisa menutup untuk uang bensin ke Ujung Batee tempat dimana mengambil buah tersebut.

“Kalau laku kadang-kadang aja, awal puasa cuma 1 yang laku, tapi Alhamdulillah laku terus tiap harinya walaupun gak banyak” papar Arif.

Ia menyebutkan, dari hasil ia berdagang paling banyak ia bawa pulang sekitar Rp 30ribu atau sama dengan enam porsi laku terjual, kemudian hasilnya diserahkan kepada orang tuanya.

Sebagai pedagang musiman dibulan yang penuh berkah, Arif tetap mensyukuri pendapatan dari buah jamblang yang dijualnya. “Berapa pun yang laku aku tetap bersyukur bang,” ungkap anak yang bercita-cita sebagi guru itu.

Tidak ada yang istimewa, namun semangat dan perjuangan Arif dalam membantu ekonomi keluarganya patut diapresiasi. Dimana ketika kebanyakan orang sibuk akan mempersiapkan menu berbuka puasa, sementara Arif dan keluarganya sibuk untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah. [Randi]

Related posts