3.000 mantan tapol/napol tuntut realisasi MoU Helsinki

Puluhan eks Tapol/napol perwakilan dari penjuru Aceh, gelar aksi damai untuk meminta realisasi Mou Helsinki di gedung DPRA, Banda Aceh, Selasa (8/11). (Kanal Aceh/Randi)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Sekitar 3.000 orang mantan tahanan politik/narapidana politik (Tapol/Napol) serta janda dan anak yatim paskah konflik Aceh, belum mendapat bantuan dana dari pemerintah paskah reintegrasi.

Puluhan eks tapol/napol perwakilan dari seluruh daerah di Aceh kembali menuntut realisasi bantuan tersebut di gedung DPRA, Selasa (8/11). Sebagaimana yang telah diatur dalam butir-butir perjanjian damai MOU Helsinki, 11 tahun silam.

“Kami datang untuk menuntut hak-hak kami sesuai dengan MoU Helsinki, untuk kesejahteraan eks Tapol Napol,” kata Maslina, pendamping hukum eks tapol/napol di sela-sela aksi tersebut.

Menurutnya, seluruh Aceh ada 3000 eks Tapol Napol yang tidak diperhatikan oleh pemerintah Aceh. “Kami ingin menuntut kesejahteraan, pemberdayaan ekonomi,” tegasnya.

Sementara, kordinator aksi, Amiruddin Ilyas mengakui bahwa, bukan perkara mudah untuk merealisasikan butir-butir Mou Helsinki tersebut. Sebab, harus ada payung hukumnya.

“Payung hukum inilah yang masih terkendala bagi kami untuk mendapatkan itu,” ujarnya.

Lanjutnya, tugas tersebut seharusnya sudah diberikan kepada pemerintah Aceh dan DPRA, untuk menggodok qanun itu. Namun, apabila qanun itu tidak dibuat, maka yang dirugikan ialah korban eks napol/tapol karena tidak mendapat apapun.

Sabariah, seorang janda korban konflik asal Lhokseumawe juga mengaku belum mendapatkan bantuan dari pemerintah. Dikatakannya, kalau Aceh ingin damai harus dipedulikan janda, anak yatim korban konflik di Aceh.

Dalam aksi tersebut, ketua DPRA, Tgk Muharuddin mengungkapkan bahwa ini bukan pekerjaan yang mudah. Apalagi, selama ini database jumlah mantan napol/tapol ini  tidak terdata dengan baik.

Sehingga, pihaknya mengharapkan keluarnya peraturan menteri dalam negeri (Permendagri), terkait posisi dari lembaga badan reintegrasi Aceh (BRA) yang selama ini menangani permasalahan eks tapol/napol ini.

“Masalah pelaksanaan BRA ini harus independen dan kita harap mereka menjadi badan seperti SKPA,” ujarnya.

Ditanya soal anggaran bagi mantan tapol, pihaknya selalu menganggarkan tiap tahun. Namun, dibagi dalam beberapa kelompok seperti, untuk pemberdayaan ekonomi, masyarakat dan lainnya.

Usai menyampaikan aspirasi, massa menyerahkan data nama mantan napol/tapol yang belum mendapat bantuan ke ketua DPRA, untuk segera ditindaklanjuti.

Adapun tuntutan massa ialah, menuntut Pemerintah Aceh merealisasikan hak mereka sesuai MoU Helsinki. Setelah proses reintegrasi, setiap napol napol dijanjikan mendapatkan bantuan rumah, lahan untuk pertanian dan perkebunan guna mendorong kehidupan yang layak. [Randi]

 

Related posts