Gapki: kemenangan Trump beri ketidakpastian perdagangan sawit

Donal Trump. (okezone)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengungkapkan kemenangan Donald Trump, calon presiden Partai Republik, mengacu hasil hitung cepat lembaga survei di Amerika Serikat (AS), memberi ketidakpastian terhadap sektor perdagangan sawit dan produk turunan antara Indonesia-AS.

Memang, hingga saat ini, Direktur Eksekutif Gapki Fadhil Hasan bilang, belum bisa menakar dampak perdagangan sawit antara kedua negara. “Saya masih belum tahu, karena masih banyak ketidakpastian untuk perdagangan hasil sawit antara Amerikan dan Indonesia,” ujarnya, Rabu (9/11).

Ketidakpastian ini, lanjut Fadhil, terlihat dari janji atau pandangan Trump yang bisa saja berubah dari masa kampanye hingga duduk di kursi presiden.

Namun demikian, ia mensinyalir, ekspor biodiesel yang selama ini cukup besar dari Indonesia ke AS bisa berkurang prioritasnya saat Trump memimpin AS.

Di masa kampanye, Trump menyebutkan, akan menggenjot produksi minyak domestik di AS dan membatalkan konsentrasi pemerintah terhadap penjagaan lingkungan. Hal ini justru terbalik dengan apa yang diprioritaskan pesaingnya dari Partai Demokrat, Hillary Clinton.

“Kalau Clinton lebih mengarah kepada pemanfaatan energi baru terbarukan, seperti biofuel. Sementara, Trump fokus menggenjot produksi minyak Amerika. Ini kontras sekali antara keduanya dari sisi kebijakan energi,” imbuh Fadhil.

Meski begitu, ketidakpastian terhadap realisasi nilai perdagangan antara Indonesia-AS, Fadhil menilai bahwa Amerika merupakan negara yang terbuka. Ditambah dengan ketidakpastian kebijakan yang akan diambil oleh taipan properti tersebut membuat imbas ketidakpastian semakin menguat.

Sementara itu, Gapki mencatat, ekspor hasil sawit Indonesia selama dua tahun terakhir cukup besar ke Amerika, di samping ekspor ke India, China, dan negara Uni Eropa yang tetap mengalami pertumbuhan.

Gapki menyebutkan, per Agustus 2016 lalu, total eskpor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia meningkat menjadi 1,93 juta ton akibat kenaikan permintaan dari Amerika. [CNN]

Related posts