Perkara gugatan GeRAM ditunda tiga minggu, penggugat kecewa

Deforestasi hutan secara illegal di dalam Kawasan Ekosistem Leuser. (Paul Hilton for RAN/LDF)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Penggugat GeRAM (Gerakan Rakyat Aceh Menggugat) kecewa dengan keputusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang menunda keputusan perkara gugatan GeRAM selama tiga minggu hingga tanggal 29 November 2016 mendatang.

Seperti diketahui, GeRAM menggugat Menteri Dalam Negeri, Gubernur Aceh, dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) karena tidak memasukkan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) ke dalam Rancangan Tata Ruang Wilayah Aceh (RTRWA) 2013-2033 (Qanun Aceh No. 19/2013).

Sembilan pemuka adat Aceh mendaftarkan perkara ini di PN Jakarta Pusat pada tanggal 21 Januari 2016 (No. 33/Pdt.G/2016/PN.JKT.PST). Para penggugat yang hadir ini untuk mendengarkan hasil sidang putusan para hakim dalam perkara gugatan warga negara (Citizen Lawsuit) pertama yang berasal dari Aceh.

Namun, hakim mengumumkan bahwa keputusan untuk perkara tersebut tidak bisa diumumkan hari ini, Selasa (8/11), seperti yang telah direncanakan. Perwakilan dari Menteri Dalam Negeri hadir pada sidang, tetapi tidak terlihat perwakilan dari Gubernur Aceh dan DPRA.

“Kami sedang mengerjakan tugas lain dari Mahkamah Agung. Sehingga rekan kami yang lain juga masih mengikuti tugas dari Mahkamah Agung,” tegas Ketua Majelis Hakim, Agustinus Setyo Wahyu.

Untuk diketahui, KEL adalah kawasan lindung yang memiliki tiga payung hukum, diantaranya, Undang-Undang nomor 11/2006 tentang Pemerintah Aceh, Undang-Undang nomor 26/2007 tentang Rancangan Tata Ruang, dan Peraturan Pemerintah nomor 26/2008 tentang Rancangan Tata Ruang Nasional.

Di tahun 2016, kebijakan perlindungan KEL telah mendapat momentum yang positif dari pemerintah. Pada April 2016, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, mendeklarasikan moratorium ekspansi kelapa sawit dan usaha tambang di dalam KEL.

Pada hari Kamis lalu (3/11) Siti Nurbaya memutuskan untuk memasukkan garis batas KEL ke dalam peta kawasan hutan Aceh, yang berarti KEL akan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari RTRWA.

Pemuka adat dari Gayo Lues dan salah seorang penggugat, Aman Jarum mengatakan, pihaknya sangat berat hati mendengar keputusan hakim tersebut.

“Kami kembali ke Aceh dengan berat hati, tetapi, kami akan kembali lagi ke Jakarta untuk keputusan gugatan pada tanggal 29 November 2016. Kami memohon kepada para hakim agar bijaksana dalam membuat keputusan dengan memperhatikan kesejahteraan rakyat Aceh yang bergantung pada KEL,” pinta Aman yang hadir pada sidang itu.

Aktivis lingkungan asal Aceh, Farwiza memuji upaya Menteri LHK, Siti Nurbaya untuk memastikan bahwa KEL menjadi bagian yang tak terpisahkan dari RTRWA.

“Kami berharap hasil keputusan perkara gugatan kami sesuai dengan upaya Bu Menteri agar revisi RTRWA dapat segera disusun sehingga menegakkan hukum nasional yang melindungi KEL,” kata Farwiza yang juga salah seorang penggugat.

Lanjut Farwiza, GeRAM juga sudah menyampaikan petisi kepada Presiden Jokowi pada tanggal 3 November lalu yang diterima oleh Yanuar Nugroho, Deputi Staf Kantor Staf Presiden, yang berencana untuk berkoordinasi dengan institusi terkait mengenai perlindungan KEL.

“Kami berharap niat-niat tersebut dapat menjadi perubahan kebijakan yang nyata di lapangan, dan pemerintah pusat serta pemerintah Aceh dapat bekerjasama untuk melindungi KEL,” ungkapnya. [Aidil/rel]

Related posts