IMM kutuk 10 anggota DPRK Abdya

ilustrasi.

Blangpidie (KANALACEH.COM) –  Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), mengutuk keras 10 anggota DPRK Aceh Barat Daya (Abdya) jika Anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten (APBK) 2017 dilaksanakan dengan peraturan bupati (Perbup).

”10 anggota DPRK dari Partai Aceh (PA), Partai Amanat Nasional (PAN) dan dari Partai Gerindra harus bertanggungjawab kepada rakyat jika APBK 2017 ini di perbupkan oleh pemerintah daerah,” kata Ketua Pimpinan Cabang IMM Abdya, Masrian Mizani di Blangpidie, Selasa (3/1).

Masrian menyampaikan pernyataan tersebut pasca gagalnya sidang paripurna pengesahan anggaran yang diselenggarakan pada Jumat (30/12) lalu karena tidak mencapai kourum meskipun sudah diskor satu jam, namun, 10 wakil rakyat itu tetap tidak hadir sehingga sidang diputuskan berkas APBK diserahkan kepada eksekutif untuk diperbupkan.

”Jika APBK diperbup. Maka kami mahasiswa Muhamadiyah mengutuk keras 10 wakil rakyat itu. Karena ulah mereka ribuan anak yatim dan fakir miskin di Abdya tidak lagi mendapatkan bantuan sosial bahkan puluhan pondok pesantren tidak lagi mendapatkan dana hibah untuk pembangunan pada tahun ini,” katanya

Sebagaimana data yang dihimpun wartawan. Sebanyak 60 unit pondok pesantren yang sudah siap perencanaan untuk pembangunan melalui dana hibah dengan jumlah anggaran sebesar Rp. 7,5 milyar terpaksa harus dibatalkan oleh pemerintah daerah jika APBK diperbupkan.

Bukan saja pondok pesantren. tetapi,  sebanyak, 6.6903 jiwa masyarakat Abdya yang terdiri dari, Anak Yatim, Piatu, Janda Tanpa Anak, Sakit menahun dan cacat permanen yang selama ini diberikan dana sosial setiap bulan oleh pemerintah juga terpaksa harus dihentikan

Pemerintah daerah dengan terpaksa juga harus menghentikan atau melakukan pemutusan kontrak terhadap ribuan pegawai non PNS serta menghentikan pemberian honoraium kepada seluruh Imam Masjid, Khatib, Bilal, khadam Masjid termasuk honorarium untuk petugas pemandi mayat di seluruh desa.

Data BKPP menyebutkan, sebanyak  3.200 pegawai honor tenaga kontrak yang terdiri dari guru sekolah, para medis, tenaga administrasi seluruh Dinas, Badan dan Kantor, sopir dinas, sopir pemadam, sopir ambulance, klening service, Satpol PP dan WH, petugas BPBD tidak dapat diperpanjangkan kontraknya pada tahun ini jika APBK Perbup.

Perbup juga berefek pada program membawa ulama umrah secara gratis ke tanah suci Mekkah. Program pemkab abdya untuk membawa para ulama ke arab saudi juga terancam tidak dapat dilaksanakan seperti tahun-tahun sebelumnya hanya gara-gara sidang paripurna pengesahan APBK gagal.

Sekretaris daerah (Setda) Abdya, Thamren mengatakan, pemkab Abdya dibawah kepemimpinan Jupri Hassannuddin pada prinsipnya tidak pernah berencana untuk mengeluarkan perbup, berhubung paripurna pengesahan gagal  dan sudah berakhirnya masa pembahasan pemerintah daerah terpaksa harus mengajukan perbup sebagaimana ketentuan.

”Pemkab Abdya tidak ada niat untuk mengeluarkan perbup. Kenapa, jika anggaran ini perbup ada beberapa kerugian yang kita alami, karena dengan perbup hanya bisa mengakomodir urusan wajib dan mengikat. Sementara yang bukan urusan wajib tidak boleh di anggarkan seperti honoraium tenaga kontrak, Bansos dan hibah,” katanya

Amatan dilapangan, 10 anggota DPRK Abdya yang tidak hadir dalam paripurna pengesahan anggaran tersebut yakni, Zulkarnain dari Partai Gerindra, Jismi, Mahmud Hasyem, Suherman dari Partai Amanat Nasional (PAN), kemudian, Syarifuddin, Umar, Khairuddin, Iskandar, Syarifuddin Ub dan Zaman Akli dari Partai Aceh.

Zaman Akli, salah satu anggota dewan dari Partai Aceh membenarkan bahwa dirinya bersama dengan sembilan anggota dewan lainnya tidak ikut sidang paripurna APBK murni yang telah dijadwalkan dengan alasan waktu pembahasan yang diberikan cukup singkat yakni hanya satu hari setengah.

”Tidak masuk dalam logika jika anggaran yang katanya seribu milyar lebih itu dipaksa bahas dengan waktu yang cukup singkat. Kami meminta waktu yang cukup supaya pembahasan dua tim ini menjadi lebih sempurna untuk kemakmuran rakyat,” katanya

Wakil ketua DPRK Abdya, Romy Saputra membenarkan bahwa dari jumlah 12 anggota Banggar sebanyak 5 orang meminta perpanjangan waktu pembahasan kepada pimpinan rapat dengan alasan-alasan tertentu hingga terjadinya dua versi, sehingga dilakukan voting suara sebagaimana aturan tata tertip.

”Jadi, voting yang dilakukan tim banggar itu melahirkan tujuh anggota setuju rapat paripurna segera di jadwalkan dan keputusan diambil dengan pertimbangan sesuai kesepakatan, yakni, suara terbanyak. Lagi pula pembahasan itu harus diselesaikan pada 31 Desember sebagaimana diperintahkan oleh aturan,” katanya. [Antara]

Related posts