Maraknya rokok ilegal sebabkan penerimaan cukai merosot

Ilustrasi. (riaumandiri.com)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) mendesak pemerintah untuk mengantisipasi maraknya peredaran rokok ilegal di Tanah Air. Hal ini menyebabkan penerimaan cukai merosot.

“Sejalan dengan terus ditingkatkannya usaha pemberantasan rokok ilegal, kebijakan cukai yang berkesinambungan serta menjamin keberlangsungan industri juga penting,” kata Ketua Gaprindo Muhaimin Moefti di Jakarta, Sabtu (7/1).

Dia mengakui, sudah tiga tahun ini produksi rokok stagnan. Rokok ilegal semakin marak karena semakin mahal harga rokok legal karena kenaikan cukai, maka makin besar insentif produsen rokok ilegal untuk beroperasi.

“Saat harga rokok legal bisa mencapai Rp18.000 per bungkus, rokok ilegal bisa dijual di kisaran Rp8.000. Ini karena rokok ilegal tidak membayar cukai,” tegasnya.

Menurut Moefti, untuk membantu memperlambat pertumbuhan rokok ilegal, faktor lain yang perlu diperhatikan adalah kebijakan cukai yang diambil pemerintah. Kenaikan cukai drastis yang terlalu besar akan memicu maraknya perdagangan rokok ilegal.

Dia juga meminta pemerintah memperhatikan kenaikan cukai tak jauh dari inflasi yakni sebesar 6%-7%. Bila mencapai 10% ini menjadi beban buat industri.

Menurut Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, menurut penelitian UGM saat ini peredaran rokok ilegal mencapai 12%. “Kondisi ini dipicu dari regulasi yang ada dan permintaan yang tinggi di pasar. Jangan sampai di tahun depan jumlahnya semakin meningkat,” paparnya.

Mengenai menurunnya penerimaan cukai 2016, menurut Yustinus, harus balik pada fungsi cukai itu sendiri. Cukai memiliki tujuan utama untuk pengendalian bagi produk yang memiliki dampak negatif, jika akhirnya menjadi pemasukan bagi kas negara itu lain soal.

“Sebenarnya untuk menambah pendapatan melalui cukai pemerintah bisa melakukan ekstensifikasi objek cukai. Negara kita memiliki obyek cukai paling sedikit, hanya tiga. Sudah saatnya pemerintah melakukan ekstensifikasi, seperti wacana terakhir mengenai cukai plastik kresek,” tutupnya.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) secara resmi mengumumkan turunnya penerimaan cukai 2016 yang dilihat dari hasil realisasi sementara APBN-P 2016.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani juga mengatakan, penerimaan cukai 2016 mengalami shortfall Rp4,6 triliun dibanding target APBN-P 2016.

Pemerintah mencatat total penerimaan cukai untuk sementara mencapai Rp143,5 triliun, atau setara dengan 92,7% target APBN-P 2016 sebesar Rp148,1 triliun.

Penyebab turunnya penerimaan cukai adalah penurunan produksi hasil tembakau dari 348 miliar batang di 2015 menjadi 342 miliar batang di 2016, atau turun sebesar 1,7%. [Sindo]

Related posts