Himapas desak Kejati turun usut temuan BPK RI di Aceh Singkil

26 oknum PNS Aceh terlibat korupsi
ilustrasi korupsi.

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Himpunan mahasiswa dan pelajar Aceh Singkil (HIMAPAS) mendesak kejaksaan tinggi untuk mengusut sejumlah temuan BPK-RI di Aceh Singkil pada tahun 2014 dan tahun 2015 yang berpotensi merugikan Negara puluhan milyar rupiah.

Hal ini disampaikan ketua HIMAPAS, Syahrul Manik melalui rilis yang diterima oleh kanalaceh.com, Rabu (25/01).

Berdasarkan, laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) atas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Aceh Singkil Tahun 2014 Nomor 24.B/LHP/XVIII.BAC/07/2015 ditemukan beberapa persoalan mendasar yang melanggar hukum pada DPKKD Aceh Singkil.

“Salah satu temuan BPK RI pada tahun 2014 yaitu terkait pemberian hibah dan bantuan sosial kepada penerima bantuan tidak disertai dengan fakta integritas yang menyatakan bahwa dana bantuan yang diterima akan digunakan sesuai dengan yang diperjanjikan,” ujar Syahrul.

Menurut Syahrul, dari realisasi belanja hibah kepada badan/lembaga/organisasi swasta sebesar Rp3,1 Miliar, sebesar Rp395 juta atau 12,65% diantaranya belum dipertanggungjawabkan serta dari total realisasi belanja bantuan sosial kepada organisasi kemasyarakatan sebesar Rp204 juta lebih.

Diantaranya disalurkan kepada penerima yang sebenarnya bukan merupakan kategori penerima belanja bantuan sosial sebesar Rp162 juta lebih.

Sedangkan, lanjutnya, belanja hibah yang belum dipertanggungjawabkan sebesar Rp 395 juta tidak dapat diketahui penggunaannya dan berpotensi digunakan tidak sesuai tujuan pemberiannya.

“Hal tersebut telah melanggar Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nomor 59/2007 Pasal 133 ayat (2), dan Peraturan Bupati Aceh Singkil Nomor 38 Tahun 2011 tentang tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban serta monitoring hibah, bantuan Sosial dan bantuan keuangan,” jelasnya.

Tidak hanya itu, ironisnya lagi kata Syahrul, pada tahun 2015 kembali ditemukan sejumlah pelanggaran terkait bantuan hibah di Aceh Singkil.

Berdasarkan laporan realisasi belanja hibah pada PPKD diketahui bahwa belanja hibah yang diantaranya dialokasikan dalam bentuk uang dengan anggaran sebesar Rp3,1 Miliar lebih dan telah direalisasikan sebesar Rp3.015.000.000,00 diberikan kepada 44 penerima hibah.

Sementara itu, sisa anggaran belanja hibah sebesar Rp 266,7 Juta direalisasikan dalam bentuk barang dengan realisasi sebesar Rp 25,5 juta.

Hibah tersebut dianggarkan pada belanja barang/jasa yang akan diserahkan kepemilikannya kepada pihak ketiga/masyarakat dalam bentuk program dan kegiatan pada enam SKPD.

“Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK-RI terhadap dokumen Belanja Hibah dan Belanja Barang dan Jasa, untuk hibah yang disalurkan dalam bentuk uang, BPK menemukan adanya pelanggaran pemberian belanja hibah yang berulang kepada penerima hibah yang sama selama dua hingga tiga tahun berturut-turut dan terlambatnya penerima hibah menyampaikan pertanggungjawaban.

“Persoalan dana hibah tahun 2015 ini mengakibatkan tertib adminsitrasi, akuntabilitas, dan transparansi pengelolaan Belanja Hibah belum tercapai dan pemborosan keuangan daerah dari pengeluaran hibah uang kepada penerima hibah yang berulang/sama sebesar Rp. 1,4 Miliar lebih. Tidak hanya itu, bahkan adanya potensi penyalahgunaan pengeluaran hibah sebesar Rp. 13.797.244.800, terdiri dari penyaluran hibah uang sebesar Rp. 625.000.000 yang belum dipertanggungjawabkan oleh penerima hibah, penyaluran hibah barang sebesar Rp. 13,1 Miliar yang belum di tetapkan dalam SK dan NPHD,” tambah Syahrul. [Randi/rel]

Related posts