Pemerintah Aceh minta Jokowi revisi PP Nomor 5/2017 tentang KEK Arun Lhokseumawe

Di depan Pengusaha Turki, Irwandi tawarkan 4 peluang investasi di Aceh
Ilustrasi - KEK Arun Lhokseumawe. (Net)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Terbitnya Peraturan Presiden (PP) Nomor 5/2017 tentang Kawasan ekonomi khusus (KEK) Arun Lhokseumawe dinilai tidak sesuai dengan keinginan Pemerintah Aceh. Pasalnya, hak kelola tidak dimiliki oleh Pemerintah Aceh melainkan dimiliki oleh Konsorsium BUMN.

Ketua tim percepatan pembangunan KEK Arun Lhokseumawe, Fachrulsyah Mega mengatakan, PP Nomor 5/2017 yang didasarkan pada pengusulan oleh konsorsium yang dipimpin oleh PT Pertamina. Selaku pengusul, konsorsium ini nantinya akan bertindak sebagai pembangun dan pengelola KEK.

Disitu, Pemerintah Aceh hanya memiliki kewenangan untuk menetapkan konsorsium sebagai pembangun. Hal tersebut, kata dia, tidak sesuai dengan kesimpulan rapat terbatas Pemerintah Aceh dengan Presiden Jokowi pada tahun lalu.

Dikatakannya, dalam pertemuan antara Pemerintah Aceh beserta Wali Nanggroe dengan Presiden Jokowi yang didampingi oleh beberapa menteri terkait, Presiden menyetujui konsep Pemerintah Aceh untuk menjadikan aset eks kilang LNG Arun sebagai modal awal bagi Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe dalam Badan Usaha Pengelola KEK Arun Lhokseumawe.

“Kami menginginkan Pemerintah Aceh dengan perusahaan daerahnya menjadi pemegang saham terbesarnya. Dalam rapat terbatas dengan Presiden Jokowi telah disetujui bahwa KEK ini dikelola Pemerintah Aceh,” ujarnya saat menggelar jumpa pers di Banda Aceh, Rabu (15/3).

Namun, ditengah jalan pada Desember 2016, kebijakan menyangkut pengusulan KEK Arun Lhokseumawe tiba-tiba berubah setelah Gubernur Zaini Abdullah mengambil cuti.

Plt Gubernur Aceh, Soedarmo tanpa melakukan koordinasi dengan Gubernur definitif mengubah kebijakan pengusulan KEK Arun, dengan menarik kembali pengusulan oleh Pemerintah Aceh dan merekomendasikan Konsorsium yang dipimpin oleh Pertamina sebagai pengusul KEK.

“Perubahan pengusul dari Pemerintah Aceh ke konsorsium jelas melemahkan posisi Pemerintah Aceh melemah dalam mendapatkan hak kelola KEK Arun,” ujarnya.

Akibat perpindahan pengusul tersebut, maka terbit PP Nomor 5/2017 itu. Didalamnya, kata wakil ketua Tim percepatan pembangunan KEK Arun Lhokseumawe, Muhammad Abdullah, pada pasal 6 Pemerintah Aceh tidak disebutkan untuk mengelola KEK.

Disamping itu, saham Pemerintah Aceh yang diwakili oleh Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh (PDPA) selaku pihak yang telah disetujui untuk diberikan hak kelola hanya 25 persen. Dimana kepemilikan saham tersebut berbentuk modal yang bersumber dari APBA atau sumber lain.

Tapi kalau Pemerintah Aceh yang mengusulkan dan diberi kelola, lanjutnya, Aceh akan mendapat dua sumber.

Pertama, dari pendapan badan usaha pengelola KEK yang diambil dari sewa lahan, rekening listrik, lalu lintas dan lainnya. Kemudian pendapatan dari revitalisasi aset kilang minimal senilai Rp1,7 trilliun per tahun.

Untuk itu, pihaknya mendesak Presiden Jokowi agar merevisi peraturan tersebut yang sudah jelas tidak sesuai dengan keinginan Pemerintah Aceh, kemudian menjadikan Pemerintah Aceh sebagai pembangun dan pengelola KEK Arun Lhokseumawe.

Dengan itu posisi dalam pengelolaan KEK tersebut lebih kuat sehingga Aceh memiliki pendapatan lebih banyak serta dapat mengontrol pihak yang ingin berpartisipasi pada KEK tersebut.

“Merespon keluarnya PP Nomor 5 Tahun 2017 tentang KEK Arun Lhokseumawe yang tidak memihak dan merugikan rakyat Aceh, gubernur akan melakukan upaya memperkuat posisi Pemerintah Aceh dalam Pengelolaan KEK ArunLhokseumawe,” ujarnya.

Pemerintah Aceh berharap, Presiden Jokowi mau merubah kembali peraturan tersebut sehingga rakyat Aceh dapat menikmati sepenuhnya hasil dari KEK Arun Lhokseumawe, dan Pemerintah Aceh juga mendapatkan hasil yang cukup baik sebagai pengganti dana otsus nantinya. [Randi]

Related posts