Mengenal makam Mahligai di Barus yang dijadikan titik Nol peradaban Islam Nusantara

Makam-makam Tua di Barus
Makam-makam Tua di Barus. (aswiblog.wordpres)

SETELAH Presiden Joko Widodo meresmikan Tugu Titik Nol Pusat Peradaban Islam Nusantara di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Jumat (24/3) lalu. Daerah Barus tiba-tiba hangat di perbincangkan di kalangan masyarakat, ada apa dengan daerah tersebut, kenapa di jadikan sebagai awal peradaban Islam di Nusantara.

Dari berbagai literatur, didaerah tersebut terdapat komplek pemakaman tua dengan nama Makam Mahligai, terletak di desa Aek Dakka, pada komplek makam tersebut terdapat 43 nisan tua yang berukir aksara Arab kuno dan Persia.

Konon, nama makam tersebut diambil dari sebuah istana kecil pada zaman Tuan Syekh Abdul Khatib Siddiq. Setelah wafat, Syekh Siddiq dimakamkan di makam Mahligai. Selain itu sejumlah ulama besar penyebar Islam lainnya juga ikut dimakamkan di komplek tersebut. Diantaranya, Syekh Rukunuddin, Syekh Ushuluddin, Syekh Zainal Abidin Ilyas, Syekh Ilyas, Syekh Imam Khotib Mu’azzamsyah Biktiba’i, Syekh Syamsuddin, Tuanku Ambar, Tuan Kepala Ujung, Tuan Sirampak, Tuan Tembang, Tuanku Kayu Manang dan Tuanku Makdum.

Dari sumber lain dikatakan tokoh utama yang dimakamkan adalah Syekh Mahmud, penyebar agama Islam yang berasal dari Hadramaut, Yaman. Makam beliau berupa makam panjang, dengan batu nisan putih setinggi 1,5 meter berukir aksara Persia dan Arab kuno.

Sumber itu mengatakan kota Barus sudah dikenal sebagai kota dagang. Di masa itu komoditi yang sangat banyak digandrungi seperti buah pala, cengkeh, lada, kulit manis, merica, kemenyan dan kayu bulat, diperdagangkan di Barus.

Kemudian Tim arkeologi dari Ecole Francaise D’extreme-Orient, Perancis yang bekerja sama dengan peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua – Barus, memberikan telaah baru mengenai sejarah Islam datang ke nusantara. membuktikan bahwa Barus telah berkembang menjadi kota perdagangan dengan struktur masyarakat multi etnis yang terdiri dari masyarakat Batak, Minangkabau, Bengkulu, Jawa bahkan Bugis, termasuk bangsa asing dari negeri India, Arab, Cina, Tamil dan sebagian kecil Afrika.

Bukti adanya masyarakat multi etnis ini berupa temuan aneka keramik, guci dan batu mulia yang berkualitas tinggi yang telah berusisa ratusan tahun. Bukti ini menunjukkan kesejahteraan masyarakat Barus ketika itu sudah makmur.

Heterogenitas masyarakat kota Barus bertumpu kepada kehidupan ekonomi yang bersandar kepada perdagangan antar bangsa. Berbagai kooditi rempah-rempah tersedia di Barus, terutama kapur barus yang berkualitas tinggi. Letak Barus yang berhadapan dengan lautan luas memudahkan para pedagang dari berbagai negeri berdatangan.

Sementara itu Sejarawan Aceh sekaligus Arkeologi, Husaini Ibrahim mengatakan kawasan Barus dulunya merupakan tempat berkumpulnya para pedagang. Dan dijadikan pusat perdagangan di daerah tersebut.

“Sejauh yang saya ketahui Barus adalah tempat komunitas perdagangan,” kata Husaini kepada Kanalaceh.com, Senin, (27/3).

Menurut Husaini, daerah Barus sejak dulu sudah menjadi kawasan perdagangan yang telah ramai dilayari oleh kapal-kapal luar.

“Tetapi tidak terlepas kaitannya dengan Aceh, karena daerah Barus dulunya termasuk dalam bagian Aceh Darussalam,” ungkapnya.

Ukuran makam di kompleks ini rata-rata panjangnya 7 meter, datar tanpa ornamen khusus kecuali batu nisan di kedua ujung makam. Nisan makam berbahan batu khusus berwarna coklat terlihat mulai menghitam akibat terkikis zaman. Batu nisan bertuliskan aksara Arab kuno bercampur Persia. Sebagian batu nisan memiliki kesamaan corak dengan makam para Syekh di wilayah Sumatera dan Jawa, yakni memiliki corak India.

Menurut beberapa keterangan sejarah, Syekh Rukunuddin melanjutkan misi dakwah Syekh Mahmud yang dimakamkan di Makam Papan Tinggi. Sebagian ahli sejarah lainnya mengatakan bahwa makam yang berada di Makam Mahligai adalah murid dan pengikut Syekh Mahmud, dimana ajaran Syekh Mahmud bertumpu pada tauhid.

Beberapa catatan pemerhati sejarah perkembangan Islam menyatakan, daerah penyebaran Islam yang dilakukan oleh Syekh Rukunuddin beserta ulama lainnya dimulai dari dusun Lobu Tua kemudian bergerak ke wilayah utara, kembali ke selatan hingga di ujung bukit dimana Makam Mahligai berada. Kemudian perjalanan da’wah dilanjutkan ke arah timur hingga ke Dusun Patumangan. (Dari Berbagai Sumber). [Fahzian Aldevan]

Related posts