Korban penggusuran Barak Bakoy ajukan permohonan suntik mati

Korban penggusuran Barak Bakoy ajukan permohonan suntik mati
Istri Berlin Silalahi (dua dari kiri) saat mengajukan permohonan untuk Eutanasia ke Pengadilan Negeri Banda Aceh, Rabu (3/5). (Kanal Aceh/Randi)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Salah seorang korban tsunami Aceh, Berlin Silalahi berniat ingin melakukan Euthanasia (suntik mati) paska digusur oleh Pemkab Aceh Besar dari penampungan Barak Bakoy. Ia mengajukan permohonan itu ke Pengadilan Negeri Banda Aceh, Rabu (3/5).

Pengajuan suntik mati itu berawal dari sakit asam urat dan penyakit kronis lainnya hingga mengalami kelumpuhan yang dideritanya. Itu bermula pada tahun 2013 hingga sekarang.

Istri Berlin, Ratnawati yang juga ikut serta mengajukan permohonan itu mengungkapkan, bahwa hal itu dilakukan sebab tak ada jalan lain untuk mengobati suaminya.

Kata dia, sudah berkali-kali diobati namun tak juga sembuh. Apalagi dengan keterbatasan ekonomi dan paskah digusur dari barak bakoy.

Keputusan untuk melakukan suntik mati itu atas saran suaminya. “Dia (Berlin) sudah putus asa dan keinginan untuk Euthanasia atas keinginannya,” kata dia.

Ia menceritakan, keinginan suaminya itu semenjak pombongkaran barak bakoy. Pihaknya terkejut disamping tak ada biaya ia juga tak tau harus tinggal dimana.

Kuasa hukum korban, Safaruddin mengatakan, saat korban menderita berbagai penyakit kronis, selama ini hanya terbaring sakit di barak penampungan korban tsunami di Barak Bakoy, kondisi sakitnya yang sudah menahun dan semakin hari semakin parah.

Apalagi, kata dia, semanjak di bongkarnya barak bakoy secara paksa oleh Pemkab Aceh Besar, Berlin tidak punya tempat tinggal lagi.

“Jangankan untuk menghidupi istri dan anaknya untuk diri sendiri saja tidak mampu lagi, di tambah dengan kondisi sekarang tidak punya tempat tinggal, dan menambah beban penderitaan bagi keluarganya,” katanya saat mengantar surat permohonan ke PN Banda Aceh.

Untuk itu, kata Safar, Berlin ingin keluarganya tidak terbebani dengan kondisi dirinya dan kondisi sekarang yang tinggal di emperan rumah rumah orang. “Maka Berlin mengajukan euthanasia ke PN Banda Aceh,” ujar Direktur Yayasan Advokasi Rakyat Aceh ini.

Sementara, Humas PN Banda Aceh, Edi yang menerima laporan itu merasa terkejut mengenai permohonan itu. Pasalnya, Euthanasia tidak termasuk dalam hukum positif di Indonesia.

Namun, kata dia, bila itu diajukan pihaknya tetap menerima. Perkara atau permohonan itu dibolehkan atau tidak pihaknya menyerahkan sepenuhnya dalam persidangan.

“Hukum positif kita tidak ada euthanasia, dan ini tidak ada dasar hukumnya. Kami juga tidak boleh menolak ini,” ujarnya.

Ia menjelaskan, selama ini di Indonesia tidak ada yang pernah mengajukan itu. Kecuali, kata Edi, di luar negeri itu diperbolehkan untuk mengajukan Euthanasia (permohonan untuk disuntik mati).

“Bila itu atas inisiasi dokter, ya silahkan saja, “ujarnya.

Menanggapi itu, Safaruddin akan tetap mencoba mengajukan permohonan itu dengan dasar atas desakan Berlin Silalahi.

Namun, kata Safar, persoalan hukum itu bisa dikabulkan dengan alasan yang logis meskipun tak tercantum dalam hukum positif Indonesia.

“Walaupun tidak dikenal dalam hukum positif. Inikan bisa nanti yurisprudensi. Jadi mana yang lebih baik, membiarkan kondisi rakyatnya menderita atau memberikan apa yang dia inginkan, jadi mana lebih mudharatnya, alasan inilah nanti yang kita ajukan,” katanya. [Randi]

Related posts