YARA: Kami minta maaf karena KKR Aceh harus dibubarkan

YARA dukung pembangunan AKN di Pidie Jaya, ini alasannya
Direktur Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin. (Kanal Aceh/Aidil Saputra)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) -Solidaritas Persaudaraan Keluarga Korban Pelangggaran (SPKP) HAM Aceh meminta kepada Direktur Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin untuk meminta maaf kepada korban dan keluarga korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Aceh.

Hal itu dikatakan Ketua SPKP HAM Aceh, Zulkilfi Ibrahim kepada Kanalaceh.com pada Selasa (9/5) menanggapi pernyataan Direktur YARA, Safaruddin yang mengatakan bahwa lembaga Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh harus dibubarkan akibat tidak mempunyai payung hukum.

Direktur YARA, Safaruddin kepada Kanalaceh.com menegaskan kembali bahwa lembaga KKR Aceh harus dibubarkan demi kepastian hukum dalam menjalankannnya.

“Iya kami minta maaf karena KKR Aceh harus dibubarkan demi kepastian hukum dalam menjalankan KKR di Aceh,” ujarnya, Rabu (10/5).

Baca: Pernyataan Direktur YARA dinilai lukai hati para korban HAM

Menurutnya, KKR Aceh merupakan bagian dari KKR yang diatur dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 2004. UU KKR sendiri, kata dia, telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2006.

“Dengan telah dibatalkannya UU KKR oleh MK, maka payung hukum untuk Qanun KKR Aceh itu juga telah gugur. Ada penjelasan pasal 229 ayat (3),” katanya.

Dia menyebutkan, dalam pasal 229 ayat (1) untuk mencari kebenaran dan rekonsiliasi, dengan undang-undang ini, dibentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Aceh. Ayat (3) berisi tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Aceh bekerja berdasarkan peraturan perundang-undangan, dan  ayat (4) dalam menyelesaikan kasus  pelanggaran HAM di Aceh, KKR dapat mempertimbangkan  prinsip-prinsip adat yang hidup di dalam masyarakat.

“Dari penjelasan ayat pasal 229 ayat (3)  yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan dalam ketentuan  ini adalah ketentuan di dalam UU Nomor 27 Tahun 2004 tentang KKR (telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi  melalui keputusan Perkara Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-IV/2006).

Maka, sambung Safaruddin, dengan dicabutnya UU KKR tersebut maka Aceh telah kehilangan payung hukumnya dalam membentuk KKR di Aceh.

“Payung hukum terhadap KKR Aceh merupakan syarat penting. Jika tidak ada payung hukumnya bagaimana landasan untuk pengaanggarannya dan kinerjanya,” jelas Safaruddin. [Aidil Saputra]

Related posts