Kini RSUZA mampu berikan pelayanan bedah jantung terbuka

Kini RSUZA mampu berikan pelayanan bedah jantung terbuka
Dokuementasi - Bedah jantung di RSUZA. (Ist)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Kebanyakan masyarakat masih susah membedakan antara dokter jantung (S.pJP) dan dokter bedah jantung (Sp.BTKV). Memang, antara keduanya terdengar sama tapi pada dasarnya tugas dua dokter spesialis ini sangat berbeda.

Seperti yang diungkapkan Spesialis Bedah Toraks Kardiak dan Vaskular (BTKV) Rumah Sakit dr Zainoel Abidin Banda Aceh, dr Yopie Afriandi Habibie, Sp BTKV-FIHA, bahwa dokter jantung pada umumnya akan melakukan tindakan diagnostik pada semua penyakit jantung seperti pemeriksaan EKG, Echocardiografi, Treadmill, Kateterisasi, dan pemasangan alat lainnya, seperti pemasangan stent atau ring yang dikenal dengan istilah Percutaneus Coronary Intervention (PCI) misalnya.

“Namun pada dasarnya, kedua dokter spesialis ini saling bekerja sama, keduanya menjadi satu tim,” tutur Yopie Afriandi Habibie kepada Kanalaceh.com, Senin (25/9).

Dalam beberapa kasus, misalnya penyakit jantung koroner, bila dokter jantung tidak bisa melakukan tindakan PCI akibat penyumbatan di pembuluh darah jantung koronernya yang sangat keras dan multiple (banyak), maka akan dirujuk ke bagian bedah jantung untuk dilakukan tindakan operasi.

Salah satunya adalah operasi bypass jantung koroner yang dikenal dengan istilah Coronary Artery Bypass Grafting (CABG).

dr Yopie Afriandi Habibie, yang juga Wakil Kepala Instalasi Pusat Jantung Terpadu (PJT) Rumah Sakit dr Zainoel Abidin ini, mengatakan bahwa sejak tiga tahun lalu RSUDZA sudah memiliki fasilitas medis tercanggih, Hybrid Cardiac Operating Suite (HCOS), dan pihaknya siap menyajikan layanan jantung terpadu.

Mulai dari operasi bypass koroner, operasi perbaikan dan penggantian katup jantung (katup mitral, tricuspid dan aorta) hingga operasi jantung pada anak-anak.

“Kelainan jantung pada anak-anak yang dimaksud yaitu kelainan jantung bawaan (kongenital) seperti Patent Ductus Arteriosus (PDA), Atrial Septal Defect (ASD), Ventricular Septal Defect (VSD) dan Tetralogy od Fallot (TOF),” jelas pria yang akrap disapa dokter Yopie.

Kini, sambungnya, RSUZA mampu memberikan pelayanan bedah jantung terbuka dengan kualitas sama baiknya dengan pusat jantung ternama di nusantara atau di luar negeri.

Bahkan dalam tahun ini, tindakan perdana Thoracic Endovascular Aortic Repair (TEVAR) pada kasus Aneurisma Aorta Torakalis Descenden, telah berlangsung dengan hasil yang sangat baik.

Layanan lainnya yang sudah diberikan seperti Percutaneus Transluminal Angioplasty (PTA) yaitu tindakan minimal invasif untuk membuka sumbatan di pembuluh darah perifer di daerah ekstremitas bawah (kaki). Tindakan TEVAR dan PTA dikerjakan di ruang HCOS dengan bantuan fasilitas imaging yang canggih yaitu Flexible C-Arm.

Menurut Yopie, teknik minimal invasif ini merupakan langkah besar dalam pengembangan layanan Bedah Vaskular dsn Endovaskular pada Divisi Bedah Toraks Kardiak dan Vaskular di Rumah Sakit Zainoel Abidin Banda Aceh.

“Hanya dilakukan tindakan minimal invasif dengan akses dari pembuluh darah di daerah paha, dengan sayatan minimal 2-4 cm. Masa rawatnya juga singkat hanya 2 hari,” ungkapnya.

Lanjutnya, bedah jantung merupakan tindakan operasi yang berbeda dengan operasi lainnya. Karena terdapat personil tambahan dalam tim, yakni adanya perfusionist, yang bertugas mengendalikan mesin pintas jantung paru (Cardio Pulmonary Bypass/CPB).

Selama tindakan operasi berlangsung, kata Yopie, jantung dan paru- paru pasien akan diberhentikan sejenak, dan fungsi pompa jantung dan paru-paru akan diambil alih oleh mesin CPB. Setelah prosedur operasi selesai, maka mesin CPB dihentikan serta fungsi pompa jantung dan paru paru pasien kembali berdenyut seperti sedia kala.

“Untuk menangani pasien bedah jantung dibutuhkan team work yang solid, baik itu dokter maupun perawat,” kata Yopie.

Tim tersebut terdiri dari dokter bedah jantung, dokter anestesi jantung, dokter perfusionist, scrub bedah, penata anestesi, control room dan radiografer.

Yopie menjelaskan bahwa rentang waktu yang dibutuhkan untuk tindakan operasi adalah tiga hingga enam jam. Dalam sehari menurut Yopie idealnya, rumah sakit mengoperasi dua pasien elektif (operasi yang terjadwal).

“Namun kadang bisa lebih jika ada pasien gawat darurat yang terpaksa harus dioperasi di luar jadwal yang ditentukan,” katanya. [Ridha]

Related posts