Hari Kesehatan Mental Sedunia, HIMPSI soroti kesejahteraan psikologis di tempat kerja

Hari Kesehatan Mental Sedunia, HIMPSI soroti kesejahteraan psikologis di tempat kerja
Ilustrasi.

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Memperingati Hari Kesehatan Mental se-Dunia yang diperingati pada 10 Oktober setiap tahunnya, Ketua Umum Pengurus Pusat Himpunan Psikolgi Indonesia (HIMPSI), Dr. Seger Handoyo menyoroti tentang kesejahteraan psikologis di tempat kerja.

Menurut Seger Handoyo, wellbeing atau yang disebut kesejahteraan psikologis di tempat kerja merupakan salah satu konsep penting untuk menunjukkan kesehatan mental karyawan di tempat kerja.

“Kesejahteraan psikologis ini seringkali kurang mendapat perhatian dari perusahaan, lembaga, atau instansi pemerintah maupun non pemerintah,” kata Seger Handoyo, Rabu (25/10) pada acara diskusi publik yang digelar HIMPSI Aceh di Hermes Palace Hotel, Banda Aceh.

Lanjutnya, maka upaya yang harus dilakukan guna meningkatkan kesejahteraan psikologis pekerja yaitu, meningkat hubungan sosial (kepedulian) antara atasan dengan pekerja atau pekerja dengan teman sekerjanya.

Menurut mantan Dekan Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR) ini jika dukungan sosial itu dibangun semakin kuat maka akan terdekteksi orang-orang yang memiliki masalah.

Kemudian, lanjut Seger Handoyo, meningkatkan otonomi dan partisipasi pekerja di dalam program-program kerja yang ada. Jelasnya, hal ini akan menumbuhkan rasa percaya diri dan rasa memiliki sehingga loyalitas terhadap pekerjaan dan tanggungjawab meningkat.

Keterampilan dan keahlian pekerja harus ditinggkatkan, dan terakhir yaitu membangun hubungan keterikatan kerja. Sehingga pekerja merasa memiliki tanggungjawab kepeda perusahaan dimana dia bekerja dengan menyelesaikan tugas yang diberikan sebaik-baiknya.

“World Health Organization (WHO) mencatat beberapa fakta penting bahwa bekerja adalah baik untuk kesehatan mental, tetapi lingkungan kerja yang buruk dapat menyebabkan persoalan kesehatan fisik dan mental. Kemudian, depresi dan kecemasan mempunyai dampak ekonomi yang bermakna. Bisa dibayangkan berapa besar biaya akibat depresi dan kecemasan pada ekonomi yang menyebabkan kehilangan produktivitas,” ungkapnya.

Sebut, Seger Handoyo lagi, WHO juga mencatat, bahwa pelecehan dan perundungan di tempat kerja adalah persoalan yang paling banyak dilaporkan dan yang berpengaruh besar pada kondisi tidak sehat mental karyawan.

Selain menghadirkan Seger Handoyo sebagai pembicara, juga menghadirkan dr. Abdul Fatah, MPPM, Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Aceh. Diskusi ini dipandu moderator Haiyun Nisa M.Psi., Psikolog.

Abdul Fatah dalam materinya berjudul “Kebijakan, Strategi, Program, Indikator Pencegahan, dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa” memaparkan, prevalensi gangguan mental emosional usia 15 ke atas pada 2013, sebesar, 6,6 persen.

Sementara hasil Riskesda 2007-2013, prevalensi gangguan jiwa berat di Aceh yaitu sebesar 2,7 persen. Rincinya, Banda Aceh tertinggi dengan prevalensi sebesar 5,4 persen, disusul  Bireuen 5,2 persen, Bener Meriah 5,1 persen, dan Aceh Barat Daya sebesar 4,7 persen.

“Kebijakan dan upaya strategi yang dilakukan yaitu pendekatan keluarga dalam pencegahan dan pengendalian penyakit. Menguatkan surveilans, upaya pencegahan, monitoring, dan evaluasi. Serta perluas cakupan akses masyarakat terhadap program pencegahan dan pengendalian penyakit,” katanya.

Katanya lagi, sehingga dibutuhkan kerjasama dan tenaga psikologis untuk memperkuat status kesehatan terutama kesehatan mental masyarakat, baik sebagai usaha preventif, kuratif dan rehabilitatif. [Fahzian Aldevan]

Related posts