Terkait banjir di Aceh, Menteri Agraria: sebuah indikasi something is wrong

(ist)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Menteri Agraria dan Tata Ruang-Kepala BPN, Sofyan Djalil yang nota bene adalah putra daerah Aceh ini menerima Chairman dan para Inisiator Kaukus Pembangunan Berkelanjutan Aceh yang melakukan kunjungan untuk beraudiensi di ruang rapat Menteri Agraria dan Tata Ruang-BPN, di Jakarta Jumat (8/12).

“Banjir yang berulangkali dan semakin sering di berbagai wilayah di Aceh adalah sebuah indikasi something is wrong,” kata Sofyan Djalil mengekspresikan bahwa Aceh perlu menata lebih baik pola pemanfaatan ruang.

Hutan dilestarikan bukan for the sake of hutan tapi hutan dikelola untuk fit for purposes sambung Sofyan Djalil, berfilosofi soal tata kelola hutan. Beliau mengkritik pola pemanfaatan ruang yang terkadang tidak sesuai dengan potensinya.

Menurutnya, yang harus dilindungi terkadang tidak mendapat status lindung, dan sebaliknya yang sesuai untuk budidaya terkadang tidak dapat dikelola karena status dan fungsi lahanya tidak membolehkan.

Tapi sekarang ada kebijakan pemerintah dengan perhutanan sosial dimungkinkan untuk melakukan pengelolaan bersama masyarakat sesuai dengan aturan yang berlaku, demikian dijelaskanya lebih lanjut.

“Pengelolaan hutan dan lingkungan hidup dan penataan ruang hari ini harus lebih baik dari kemarin, kalau hari ini sama dengan kemarin itu kita masih merugi apalagi kalau lebih buruk kita akan terlaknat”

“Tentang Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) silahkan dalam revisi tata ruang nanti dimasukkan nomenklaturnya, toh ini adalah sesuatu yang telah menjadi common understanding,”kata Menteri menanggapi ungkapan Chariman Kaukus, Teuku Irwan Djohan terhadap kemungkinan dilakukanya revisi qanun tata ruang Aceh.

Sebelumnya ia kaget mendengar bahwa Kawasan Strategis Nasional (KSN) KEL tidak termaktub didalam RTRW Aceh yang sedang berlaku ketika disampaikan oleh Kausar Muhammad Yus yang ikut terlibat dalam inisiator kaukus.

Menteri Sofyan Djalil juga mengungkap keaktifan beliau menjadi Pembina di Yayasan Leuser International (YLI) dan menyebut delineasi KEL ini perlu diperjelas.

“Pola pengelolaan sumber daya alam kita, harus mengedepankan penataan kelembagaan Koperasi agar dapat beroperasi selayaknya Korporasi,” paparnya sambil membandingkan panjang lebar soal strategi pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam, yang selama ini dinilai kurang tepat bila berbasis individu.

Karena individu, lanjutnya, tidak dapat mengakses fasilitas seperti yang dimiliki oleh korporasi dan tanggungjawab sosial dan lingkungan hidupnya juga rendah. “Sehingga kita menyaksikan kerusakan lingkungan yang parah akibat ekploitasi tambang emas tanpa izin dan lingkungan yang tercemar bahan kimia yang dipakai dalam pengolahan emas. Aceh bisa mengalami apa yang terjadi di Minamata,” katanya. [Randi/rel]

Related posts