Tak mengatur tentang transgender, Qanun Jinayah perlu direvisi

Tak mengatur tentang transgender, Qanun Jinayah perlu direvisi
Ketua Fraksi PAN DPRA, Asrizal H Asnawi (kiri) memaparkan materi pada diskusi publik 'Mempidanakan Perilaku Menyimpang LGBT' di Warkop 3in1, Banda Aceh, Minggu (4/2). (Ist)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Perilaku seks menyimpang melalui gerakan lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT) kian marak. Berawal dari negara-negara barat yang menganut paham liberal dan sekular virus LGBT kini merambah Indonesia bahkan Aceh.

Hal itu disampaikan anggota DPRA, Asrizal H Asnawi dalam diskusi publik bertemakan ‘Terimakasih Polisi’, “Mempidanakan Perilaku Menyimpang LGBT” yang digelar oleh Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) di Warkop 3in1, Banda Aceh, Minggu (4/2).

“LGBT tidak ada tempat di Aceh. Itu adalah bentuk perilaku yang menyimpang dari kodrat manusia. Aceh harus membentengi diri dari virus LGBT,” kata Asrizal yang juga Ketua Fraksi PAN DPRA.

Asrizal menambahkan, di Aceh sudah ada Qanun Jinayah Nomor 6 Tahun 2014 yang mengatur tentang gay (liwath) dan lesbian (musahaqah). Di dalam qanun itu, pelaku gay dan lesbian dapat dihukum cambuk hingga 100 kali.

“Namun, dalam qanun itu belum ada aturan tentang transgender. Karena itu qanun ini perlu direvisi dan diperkuat dengan menambah pasal-pasal baru tentang transgender. Saya akan membawa isu ini ke DPRA sehingga aparat penegak hukum memiliki payung hukum dalam menindak pelakuk LGBT,” jelasnya.

Narasumber lainnya, Safaruddin, Ketua Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Wilayah Aceh menilai tindakan yang dilakukan Kapolres Aceh Utara, AKBP Untung Sangaji dalam menertibkan dan membina para waria beberapa waktu lalu tidak terdapat pelanggaran HAM.

“Janganlah mereka selalu berpikir untuk melindungi minoritas sementara kepentingan mayoritas selalu diabaikan. HAM di Aceh tidak boleh bertentangan dengan Syariat Islam. Kita harus lawan kampanye hitam yang disuarakan orang luar tentang Aceh. Aceh harus membentengi diri dari LGBT,” kata Safaruddin.

Di akhir acara, puluhan peserta sepakat untuk melawan pembentukan opini pihak luar yang menganggap LGBT sebagai bagian dari hak asasi.

Sementara, Tgk Mustafa Husein Woyla, pengajar di Dayah Darul Ihsan Krueng Kale, menyesalkan sikap Menteri Agama RI yang beberapa waktu mau bergabung dan menerima penghargaan dari komunitas LGBT. [Aidil/rel]

Related posts