Tergerus zaman, Nazam Aceh tanpa penerus

Salah satu salinan nazam dari tangan Markam Hasan (91) atau lebih dikenal (Pak Lek), pensiunan tentara tahun 1982 ini merupakan pembaca dan sekaligus penulis (Penyalin) nazam. sudah Puluhan Nazam yang ia salin. (Kanal Aceh/Fahzian Aldevan)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Sebuah tradisi, kesenian dan kebudayaan seharusnya dijaga dan dilestarikan. Sehingga, tak hilang meski zaman terus berganti. Tapi tidak dengan Nazam Aceh yang riwayatnya kini nyaris ditelan bumi.

Nazam merupakan jenis puisi lama yang dipengaruhi sastra Arab dan juga syair-syair Aceh, tepatnya hanya isi agama bahasa Aceh yang ditulis dengan bahasa melayu. Dalam bentuk modern. Ia menyerupai nasyid. Hanya saja, Nazam punya ciri sendiri. Paling tidak, dalam sebaris Nazam tidak lebih dari dua belas suku kata, dibacakan dengan irama tertentu, biasanya berbaris lengkap.

Salinan Syekh Andid yang ditulis kembali oleh Teungku Ismail Daud atau Cut `E sebanyak 328 halaman. Cut `E. sudah 45 tahun mempertahankan dan membaca Nazam Aceh. FOTO/FAHZIAN ALDEVAN

Dari isinya, Nazam mengandung nasihat sangat tinggi. Nilai Dakwahnya tidak diragukan lagi. Dibuka dengan puji-pujian, ditutup dengan doa. Pada bagian penutup,  juga menyinggung soal kepengarangan naskah Teungku Dicucum dan keluarga Syeh Abdus Samad. Juga beberapa ulama besar Aceh dalam wasilah doa penutup.

Teungku Ismail Daud atau Cut `E sedang mengajarkan cara membaca nazam kepada salah satu pengunjung. FOTO/FAHZIAN ALDEVAN

Ahli Hikayat Aceh, Teuku Abdullah Sakti yang akrab disapa TA Sakti menjelaskan, Nazam tersebut didalamnya ada syair-syair tentang agama islam. Dalam Nazam, banyak hal yang diceritakan, ada tentang ajaran Fikah (Kitab) kemudian tentang masalah hadist-hadist Nabi dan kisah perjalanan Nabi. “Cerita agama itulah Nazam,” kata TA Sakti kepada wartawan saat dijumpai di kediaman salah seorang pembaca Nazam, di Aceh Besar, Rabu (21/2).

Dulu, Nazam ini digunakan dalam kegiatan pengajian, pesta kawinan dan juga maulid (tradisi keagaman). Yang membuat kegiatan tersebut juga pasti akan mengundang para ahli untuk membaca Nazam. Tentunya dihadiri orang ramai.

Makam penulis Syair Nazam, Syekh Abdussamad atau yang lebih di kenal Teungku Di Cucum, (1269 Hijriah) Di Gampong Cucum, Kecamatan Kuta Baro, Kabupaten Aceh besar. FOTO/FAHZIAN ALDEVAN

TA Sakti mengisahkan, pada Tahun 1960 para pembaca dan penyalin Nazam cukup sukses di Aceh. Mereka rela menempuh puluhan kilometer dari kota ke kota untuk membaca Nazam. Pembaca Nazam, ialah orang-orang yang taat dengan agama.

Namun, perkembangan zaman tak bisa di elak. Ia menilai peminat tentang Nazam Aceh saat ini sangat berkurang bahkan hilang. Hal ini disebabkan dengan perkembangan zaman, ia membandingkan Aceh tempo dulu dengan kondisi Aceh sekarang. Nazam di samping sebagai pembelajaran agama juga menjadi hiburan.

Salinan Nazam yang ditulis Haji Abdurahman (70), Pembaca dan pengemar Nazam selama 20 Tahun yang berasal dari Gampong Lamcie, Kecamatan Kuta Baroe, Aceh Besar.FOTO/FAHZIAN ALDEVAN

Baca: Puluhan tahun menyelamatkan Nazam Aceh

“Disini juga ada lucu-lucunya sedikit, tapi karena sekarang hiburan sudah banyak sekali, membuat orang membaca semakin sedikit. Kalau dulu orang Aceh hidup dengan hikayat siang malam orang Aceh selalu membaca hikayat,” kata TA Sakti sembari menunjukan beberapa hikayat dan nazam yang ia bawakan.

Markam Hasan (91) atau lebih dikenal (Pak Lek), pensiunan tentara tahun 1982 ini merupakan pembaca dan sekaligus penulis (Penyalin) nazam. sudah Puluhan Nazam yang ia salin. Foto/Fahzian Aldevan

Namun Hikayat berbeda dengan Nazam, Nazam tersebut lebih dekat dengan ajaran agama. Orang yang belajar Nazam juga bukan orang sembarangan. Harus terlatih membaca huruf arab jawo. “Hingga kini belum ada penerus pembaca Nazam,” ungkapnya.

Nazam ini merupakan kumpulan dari berbagai kitab, baik itu Arab maupun kitab Jawi. “Intinya kalau kita berpatokan sumbernya dari Alquran dan Hadits,” sebut TA Sakti,  yang juga sebagai Dosen Sejarah di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Sementara itu, Teuku Ismail, salah seorang pembaca Nazam yang masih tersisa menceritakan, ia sudah 45 tahun membaca Nazam. Menurutnya Nazam itu merupakan ilmu yang sangat berguna apalagi di Nazam banyak mengajarkan tentang ajaran agama Islam.

“Nazam juga disebut berbagai sifat dan akhlak yang di anjurkan dalam Islam,” sebutnya.

Salah satu salinan nazam dari tangan Markam Hasan (91) atau lebih dikenal (Pak Lek), pensiunan tentara tahun 1982 ini merupakan pembaca dan sekaligus penulis (Penyalin) nazam. sudah Puluhan Nazam yang ia salin. Foto/Fahzian Aldevan

Ia mengakui, sejarah Nazam yang hari ini sudah sangat sedikit bahkan nyaris punah keberadaan dan penerusnya. Ia  menceritakan Nazam yang sering ia bacakan ialah Nazam Syekh Abdussamad atau Teungku Di Cucum dengan judul asli “Akhbarul Na’im” (Kabar Yang Nikmat) yang ditulis pada tahun 1269 Hijriah.

Secara umum isi Nazam Teungku Di Cucum merupakan nasehat bagi ummat Islam sepanjang hayatnya, misalnya sejak dalam kandungan, lahir kedunia, usia anak-anak, remaja, kawin-mawin, beranak-bercucu, berumur hingga sampai meninggal dunia.

“Pembacaan nazam berbeda dengan ceramah sebab ia kalau sudah dibaca pasti harus dihabiskan,” kata dia sambil memperlihatkan nazam salinan Syekh Andid sebanyak 328 halaman.

Paling Atas dari kiri tampak foto Markam Hasan (91) atau lebih dikenal (Pak Lek), saat masih muda sebagai tentara dan terakhir jabatannya ialah Kapten. kemudian pada tahun 1982 ia pensiun.Markam Hasan juga merupakan pembaca dan sekaligus penulis (Penyalin) nazam. sudah Puluhan Nazam yang ia salin. Foto/Fahzian Aldevan

Ia menilai generasi saat ini banyak yang tidak tertarik terhadap Nazam karena kurangnya pengenalan, selain itu ia juga menyayangkan generasi sekarang tidak peka terhadap peninggalan sejarah Aceh khususnya Nazam itu sendiri.

Menurutnya, Sekarang banyak yang tidak bisa membaca bahasa Arab, bahasa Arab kan karakter mengaji. “Kalau orang pandai mengaji pasti bisa membaca Nazam,” sebutnya.

Walaupun sudah puluhan tahun menyelamatkan Nazam, ia mengaku sampai saat ini tidak ada perhatian dan dukungan dari Pemerintah. Sebab jika tidak diselamatkan maka akan punah dengan seiring berjalannya waktu.

“Ini sangat penting untuk diperhatikan oleh pemerintah Aceh. Setidaknya nazam ini akan bertahan, walaupun tak semaju dulu,” kata dia. [Randi]

Related posts