Mengenal tradisi Meugang sudah ada sejak 400 Tahun lalu

Ilustrasi. (Helloaceh.com)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Aceh memiliki tradisi yang khas dalam menyambut Bulan Suci Ramadhan yakni hari Makmeugang.

Tradisi Makmeugang bisa dibilang makan bersama daging sapi atau kerbau yang sudah dimasak dengan beraneka ragam. Dan biasanya dilakukan dua hari atau sehari sebelum hari puasa. Tradisi ini sudah ada sejak masa kerajaan Aceh Darussalam pada abad ke 16 Masehi. Sampai saat ini masih dipertahankan oleh masyarakat Aceh.

Kolektor naskah kuno yang juga Ketua Rumoh Manuskrip Aceh, Tarmizi A. Hamid, mengatakan dulu Sultan Aceh secara turun-temurun memerintahkan Qadi Mua’zzam Khazanah Balai Silaturrahmi untuk mengambil dirham, kain-kain, kerbau, dan sapi untuk dipotong di hari meugang.

Kesemuanya itu lantas dibagikan kepada fakir-miskin, duafa, dan orang cacat masing-masing daging, uang 5 mas, dan 6 hasta kain melalui kepala desa. Kebijakan tersebut termaktub dalam Qanun Meukuta Alam Bab II pasal 47.

Hal itu merupakan cara Sultan menolong rakyatnya yang hidup melarat, sehingga sama-sama bisa menyambut Ramadan dengan hati nan riang.

Kata Tarmizi, tradisi ini belum pernah lekang hingga saat ini. Karena masyarakat Aceh sangat kuat menjaganya, apalagi tradisi makmeugang ini yang sudah terpelihara sampai 400 tahun lalu.

Di sisi lain, makmeugang memberi kesempatan kepada para dermawan untuk memberi sedekah kepada para fakir, miskin, duafa, dan lainnya agar mendapatkan hak yang sama dalam menyambut Ramadhan.

“Rujukan sejarah tradisi meugang tetap pada Kerajaan Aceh Darussalam, seperti termaktub dalam Qanun Al asyi,” kata Tarmizi A. Hamid kepada kanalaceh.com, Senin, (14/5).

Menurut Tarmizi, sebagai keturunan Aceh yang telah diwarisi tradisi meugang, wajib menjaga kemurniannya demi kebersamaan dan sifat saling asuh dan asih terutama kepada anak yatim dan fakir serta kaum dhuafa di Aceh.

“Dalam rangka menyambut bulan suci ramadhan, di Aceh memang sudah menjadi tradisi hal demikian, rasa suka cita baik kelompok sosial dalam masyarakat maupun sesama keluarga, makan bersama dengan daging yang segar-segar,” kata Cek Midi panggilan akrab sang kolektor ini.

Meugang memang tradisi dan budaya yang sangat unik dan kuat di Aceh, lanjut Tarmizi, pada hari meugang juga status sosialnya dianggap sama semua.

“Walaupun pada status sosial bagi orang yang mampu yang setiap hari makan daging, tapi bagaimana pun pada hari Meugang tersebut juga harus ada daging, mereka yang mempunyai kelebihan tentu lebih utama diperuntukkan kepada orang orang kurang mampu fakir dan miskin serta anak yatim piatu, ini adalah ketentuan Qanul Al Asyi yang telah beratus ratus tahun tradisi ini begitu hidup dan menggema,” pungkas Tarmizi. [Fahzian Aldevan]

Related posts