Dua pasangan nonmuhrim dicambuk di Rukoh

Perda Hukuman Cambuk Rentenir
Salah seorang pelanggar syariat Islam dihukum cambuk di pelataran Masjid Syuhada, Banda Aceh, Selasa (23/5). (Kanal Aceh/Randi)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Polisi Syariat Islam atau Wilayatul Hisbah (WH) Banda Aceh, menjatuhkan hukuman sebanyak 39 kali cambuk terhadap dua pasangan nonmuhrim di depan umum. Proses eksekusi yang berlangsung di halaman Masjid Rukoh, Darussalam, Kamis (31/1), disaksikan oleh puluhan siswa dan anak-anak di bawah umur.

Pantauan dilokasi sebelum proses eksekusi berlagsung puluhan warga sekitar telah memadati lokasi. Bahkan tak sedikit siswa berseragam lengkap ikut masuk ke dalam perkarangan masjid.

Di lokasi eksekusi cambuk, petugas memasang pagar besi melingkari panggung tempat terdakwa menjalani hukuman. Sementara penonton dilarang masuk dan hanya berada di luar besi pembatas.

Sebelum eksekusi berlangsung petugas juga mengimbau agar anak-anak di bawah usia 18 tahun dilarang untuk ikut menyaksikan. Meski demikan, sejumlah siswa berseragam sekolah tampak berada di lokasi. Mereka ada yang duduk di atas pohon bahkan di atas masjid.

Pasangan yang menjalani hukuman cambuk adalah SR (35) dan MFR (40), ANW (18) dan NS (18). Eksekusi terhadap mereka merupakan yang perdana dilakukan pada 2019.

Setelah diadili Mahmakah Syariah Banda Aceh, dipotong masa tahanan masing-masing terdakwa menjalani eksekusi dengan jumlah cambukan berbeda. SR dan MFR dijatuhi sebanyak 22 kali cambuk, sementara ANW dan NS 17 kali cambuk.

Terdakwa dijatuhi hukuman cambuk setelah terbukti bersalah melakukan jarimah ikhtilat (bermesra-mesraan) yang diatur Pasal 25 ayat (1) Qanun Aceh nomor 6 tahun 2014 tentang hukum jinayat. Kedua pasangan ini diamankan petugas di lokasi yang berbeda di dalam wilayah Banda Aceh.

Dari empat pelanggar yang menjalani eksekusi, cambuk untuk MFR harus ditunda karena sedang dalam kondisi sakit. Setelah melewati pemeriksaan petugas medis, terdakwa dilarang menjalani eksekusi lantaran sangat beresiko terhadap kesehatan terdakwa.

MFR sempat naik ke atas panggung saat dipanggil oleh petugas. Namun tak lama kemudian petugas mengumumkan MFR tidak bisa menjalani hukuman. Dia sempat tetap berkeinginan untuk menjalani hukuman cambuk. Bahkan, dia telah menandatangani surat pernyataan jika terjadi sesuatu terhadapnya, petugas medis tidak bertanggung jawab.

“Setelah melakukan pemeriksaan terhadap pasien (MFR) dari riwayat penyakit dahulu menurut pengakuan pasien. Dia pernah menderita pengapuran tulang belakang atau penyakit tulang belakang. Oleh karena itu saya menyarankan untuk ditunda dulu hukuman cambuknya. Sampai keluar hasil dari dokter spesialis saraf,” kata petugas medis.

Setelah petugas memberikan informasi tentang penundaan itu, MFR tampak tetap memilih berada di atas panggung. MFR menginginkan algojo tetap mencambuknya. Setelah berkomunikasi dengan petugas, MFR akhirnya menuruti arahan petugas. Eksekusi cambuknya akan dilakukan setelah kondisinya membaik.

Wakil Wali Kota Banda Aceh, Zainal Arifin, mengatakan pelaksanaan syariat Islam tetap dilakukan bagi setiap pelanggar syariat di kota Banda Aceh. Pelaksanaan ini, tidak bermaksud untuk mencederai tetapi memberikan pelajaran dan efek jera bagi pelanggar.

“Jika ada rekomendasi dari tim medis itu tidak layak untuk dilanjutkan maka pelaksanaannya kita tunda. Bukan berarti tidak dilakukan walaupun yang bersangkutan ingin tetap dilaksanakan,” kata Zainal Arifin seperti dilansir Kumparan.com. []

Related posts