Bukan Poligami, Tapi Perlu Anggaran Itsbat Nikah Korban Konflik dan Tsunami

Ilustrasi. (net)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan (RPUK) meminta Pemerintah Aceh, agar mengatur mengenai pernikahan siri yang banyak terjadi ketika Aceh dilanda konflik dan bencana tsunami.

Hal ini dikatakan terkait dengan rencana DPRA yang ingin mengatur tentang poligami dalam Rancangan Qanun Hukum Keluarga, dengan alasan agar kaum perempuan mendapat keadilan dan terlindungi hak-haknya.

Sekretaris Eksekutif RPuK, Laila Juari mengatakan, apa yang tertuang dalam rancangan qanun Hukum Keluarga tentang pengaturan poligami telah diatur sebelumnya, melalui UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Putusan Mahkamah Konstitusi No. 12/2007 dan Kompilasi Hukum Islam.

“DPRA tidak perlu mengaturnya lagi dalam Qanun Aceh. Kecuali hal-hal khusus yang berkembang dan membutuhkan penanganan mendesak. Seperti mengenai pernikahan siri yang juga banyak terjadi pada masa konflik Aceh dan masih menyisakan berbagai persoalan akibat ketiadaan administrasi kependudukan,” kata Laila.

Berdasarkan data yang dimilikinya di Aceh Utara sepanjang 2015-2018, ditemukan sebab pernikahan siri pada masa konflik adalah karena proses administrasi pemerintahan tidak dapat berjalan seperti biasanya.

Juga, kata dia sebab lainnya seperti ketidakamanan pada saat itu, kemiskinan, akses pelayanan yang jauh ke kantor KUA, proses yang berbelit dan pengetahuan masyarakat (khususnya perempuan) di daerah terpencil yang sangat terbatas tentang pentingnya pencatatan pernikahan.

Kata dia, terdapat sekitar 19.000 (pasangan yang menikah saat konflik dan korban tsunami) yang masih berharap untuk mendapatkan itsbat (penetapan) nikah secara gratis.

“Harusnya dengan anggaran yang besar melalui otonomi khusus, Pemerintah Aceh dapat mengalokasikannya untuk mempercepat proses penertiban pencatatan administrasi kependudukan tersebut”, kata Laila.

Sebab, sejak disahkannya Pergub Nomor 25 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengesahan Pernikahan (Itsbat Nikah) Pelayanan Terpadu Satu Hari, tercatat setiap tahunnya Pemerintah Aceh hanya mengalokasikan anggaran untuk 1.000 – 1.600 pasangan.

“Dengan kondisi masyarakat seperti ini, seharusnya Pemerintah Aceh lebih mengutamakan menyelesaikan dampak pernikahan siri pada masa konflik dan tsunami. Bukan malahan melegalkan poligami,” ucapnya. [Randi/rel]

Related posts