Cerita Suarni, 25 Tahun Mendidik Siswa Penyandang Disabilitas

Suarni yang merupakan seorang guru pendidik bagi anak berkebutuhan khusus, saat menceritakan pengalamannya dihadapan Sekda Aceh, Taqwallah, dalam serangkaian kegiatan zikir dan doa bersama ASN Pemerintah Aceh secara virtual di SLB Negeri Aceh Barat Daya, Selasa (17/5/2022). (Foto: Dok Humas Aceh)

RENTANG waktu 25 tahun atau dua setengah dekade, bukanlah waktu yang pendek untuk sebuah pengabdian dan totalitas seorang Suarni bergelut dengan pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus atau bocah penyandang disabilitas. Namun komitmen total itu pula yang membuat Suarni mampu melakoni perannya, hingga melahirkan murid beragam prestasi. Mulai dari penghafal Quran hingga atlet judo yang berlaga di level nasional.

“Mereka adalah anak-anak istimewa. Dengan bimbingan guru dan dukungan orang tua, mereka tetap bisa berprestasi. Mereka penyandang disabilitas, namun di balik kekurangan, mereka menyimpan potensi luar biasa,” kata Suarni, yang tak sanggup membendung air mata, berurai air mata, saat memberikan testimoni usai doa dan zikir pagi yang digelar rutin Pemerintah Aceh, Selasa 17 Mei 2022 yang diikuti secara zoom meeting ASN Pemerintah Aceh di seluruh Aceh.

Suarni adalah guru pendidik bagi anak berkebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa (SLB) Aceh Barat Daya, tepatnya di Gampong Paoh Kecamatan Susoh, Abdya. Bagi sosok guru berdedikasi dan berprestasi Aceh tahun 2017 itu, mengajar anak-anak disabilitas adalah bagian dari pengabdian dan totalitasnya sebagai pendidik. “Muhammad Rizki Agustian siswa penyandang autis, dia memiliki kemampuan hafal Quran 16 juz dan memberikan keterharuan yang luar biasa bagi saya,” kata Suarni, merinci beberapa orang muridnya yang berprestasi.

Tidak lama kemudian, Rizki Agustian melafalkan ayat suci. Semua terdiam haru. Saat usai, para guru dan Sekda Aceh menyampaikan terima kasih.

Bukan hanya Rizki, ada beberapa siswa lain yang menjadi siswa mandiri usai mendapatkan bimbingan dari Suarni. Di antaranya pernah mendapat penghargaan juara satu merangkai bunga tingkat provinsi, juara 2 tata boga tingkat provinsi, dan juara 2 melukis tingkat provinsi Aceh. Prestasi itu membuat Suarni diganjar penghargaan dan diberangkatkan Umrah ke Tanah Suci Makkah pada tahun 2017 lalu.

Kepala SMA Takengon Aceh Tengah, menyampaikan rasa salut dan bangga atas dedikasi para guru SLB Aceh Barat Daya.

“Mereka bisa mendidik anak-anak berkebutuhan khusus dengan luar biasa. Belum tentu kami bisa mendidik anak-anak kami menjadi siswa berprestasi seperti itu,” kata dia.

Wildanur, salah satu orang tua yang anaknya dididik di SLB Aceh Barat Daya, mengibaratkan anak-anak mereka sebagai anak emas. Putranya, Afdhal Jihad Nida, adalah tuna ganda.

“Lengkap kekurangan yang dimilikinya, tidak bisa bergaul dengan orang banyak, merasa dirinya tidak diterima oleh teman-teman,” kata Wildanur.

Wildanur menggambarkan kondisi anaknya: Tubuh tidak berdaya, susah memegang pensil, karena tangan kanannya tidak berdaya. Untuk menulis, Afdhal harus menggunakan tangan kirinya.

“Alhamdulillah dengan kerja keras, kerja ikhlas guru-guru di SLB Negeri Aceh Barat Daya, sekarang Afdhal sudah punya teman, dia mulai mau bergaul, rasa rendah diri kini mulai berangsur, sering bercerita tentang teman-temannya,” katanya.

Wildanur sangat berbahagia saat putranya meminta menulis, mengulang pelajaran yang diajarkan di sekolah. “Ini semua dapat berubah pada karakter anak kami karena lingkungan sekolahnya sangat mendukung,” kata Wildanur.

Wildanur berharap para orang tua yang memiliki ‘anak emas’ agar dapat mengantarkan anaknya ke SLB. Dengan demikian dapat terbentuk karakter anak, dapat mandiri di masa depan dan mereka dapat bergaul di masyarakat.

Sekda Aceh sendiri, dr. Taqwallah, M.Kes menyampaikan permohonan maaf. Sampai saat ini kata dia, pemerintah Aceh belum bisa memberikan perhatian secara penuh kepada anak-anak berkebutuhan khusus.

“Tapi yakinlah kami akan berusaha semaksimal mungkin. Terima kasih kami atas dedikasi para guru di semua SLB di Aceh,” ujar Sekda.

SLBN Aceh Barat Daya memang telah membuktikan diri sebagai salah satu sekolah yang sukses mendidik muridnya menjadi mandiri. Di antara siswa yang sukses adalah Miftahul Jannah, atlet judo nasional yang kini menjadi mahasiswi Unpas Bandung. Mantan atlet blind catur itu adalah satu atlet unggulan Indonesia dalam Asean Paralympic Games 2018 lalu. Belakangan ia tak mau bertanding karena menolak membuka hijabnya. Penolakan itu mendapat simpati luar biasa dari segenap lapisan masyarakat Aceh.

Selain Miftahul Jannah, ada Harmohis, alumnus yang kini menjadi guru al-Quran braile di SLB Padjajaran Bandung, dan banyak murid lain yang juga berprestasi dan telah menjadi mandiri. []

Related posts