Aceh Alami Inflasi 6,97 Persen, Tertinggi Kelima di Indonesia

Ilustrasi Inflasi. (sindonews)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) bersama Presiden Joko Widodo mengenai penanganan inflasi di Indonesia, disebutkan bahwa terdapat beberapa provinsi dengan nilai inflasi tertinggi.

Berikut adalah 5 besar provinsi yang menyumbang inflasi terbesar di Indonesia, pertama Provinsi Jambi dengan nilai inflasi 8,55%, kemudian Provinsi Sumatera Barat dengan nilai inflasi 8,00%, lalu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan nilai inflasi 7,77%, Provinsi Riau dengan nilai inflasi 7,03%, dan selanjutnya Provinsi Aceh dengan nilai inflasi 6,97%.

Inflasi di Provinsi Aceh yang tergolong tinggi ini disumbang oleh beberapa komponen utama seperti Cabai Merah, Bawang Merah, Angkatan Udara, Bahan Bakar Rumah Tangga (BBRT), dan Cabai Hijau.

Adapun proporsi inflasi dari 5 komponen terbesar penyumbang inflasi pada bulan Juni-Juli 2022 adalah sebagai berikut, Cabai Merah 3,83% (ytd), Bawang Merah 0.98% (ytd), Angkutan Udara 0,82% (ytd), Bahan Bakar Rumah Tangga 0,48% (ytd), dan Cabai Hijau 0,34% (ytd).

Dari data tersebut inflasi yang berasal dari volatile food lebih banyak dan memiliki andil terhadap inflasi yang besar. Oleh karena itu, fokus dalam pengendalian inflasi saat ini adalah pada komoditas volatile foods.

Kepala Perwakilan BI Aceh, Achris Sarwani mengatakan, secara umum, masalah yang saat ini dihadapi untuk komoditas pangan atau voatile foods ini terbagi menjadi dua yaitu permasalahan pangan dari komoditas yang tidak dihasilkan di Indonesia sehingga harus impor dari negara lain dan permasalahan mengenai kendala proses distribusi pasokan antar daerah yang kurang efektif.

Untuk permasalahan mengenai kendala distribusi, pemerintah daerah (Pemda) dapat membantu dengan mengadakan KAD (Kerjasama Antar Daerah) disertai subsidi kepada komoditas yang terdampak inflasi dengan menggunakan dana belanja tidak terduga atau belanja bansos.

“Selain itu, untuk mengatasi permasalahan inflasi dimaksud, perlu adanya peran serta seluruh stakeholders untuk meredam kepanikan publik,” kata Achris dalam keterangannya, Kamis (24/8).

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, kata dia menyebutkan bahwa sentimen publik harus diperhatikan agar tidak terlalu reaktif terhadap perubahan-perubahan ekonomi. Persepsi masyarakat harus tetap dijaga agar tidak menimbulkan budaya penimbunan ketika terjadi kenaikan harga. Sementara itu, menurut satgas pangan di Provinsi Aceh, tidak ditemukan penimbunan barang-barang sehingga permasalahan fluktuasi harga komoditas pangan di Provinsi Aceh tidak berasal dari proses penimbunan.

Selanjutnya, program pengendalian inflasi oleh Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) saat ini tetap dilaksanakan dengan mengacu pada kerangka 4K yaitu Keterjangkauan Harga, Ketersedaiaan Pasokan, Komunikasi efektif, dan kelancaran distribusi.

Sebagai upaya khusus dalam menghadapi inflasi pangan, telah dilakukan kick-off Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GN PIP) di Aceh pada tanggal 18 Agustus 2022. Dalam jangka pendek strategi yang diakukan adalah dengan pelaksanaan Pasar Murah di Banda Aceh dan Sigli (Komoditas Bawang Merah, Cabai Merah, Telur Ayam Ras) pada tanggal 19-20 Agustus 2022.

Serta pemanfaatan lahan bantaran sungai untuk penanaman Bawang Merah di Gampong Cot Cut, Aceh Besar (5 Ha) pada 19 Agustus 2022. Dan dalam jangka panjang, menurut Kepala Direktorat Jendral Bea dan Cukai Provinsi Aceh, pusat logistik berikat pangan bisa menjadi solusi untuk membantu proses penyimpanan.  Masalah logistik dapat ditangani dengan menyasar isu  transportasi, inventori, administrasi.

Kemudian, pengimplementasian Peta Jalan (roadmap) pengendalian inflasi akan mebantu proses pengendalian inflasi. Dimana dalam peta  jalan tersebut telah dibuat sasaran jangka menengah tahun 2022-2024 baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota.

Related posts