Anggota DPRA Ridwan Yunus Minta UUPA Direvisi Terbatas

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh menggelar sharing pendapat terkait rencana revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA). (ist)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Anggota DPRA, Ridwan Yunus berharap agar UUPA direvisi secara terbatas agar poin-poin yang hendak direvisi bisa kuat dan tidak menimbulkan masalah di kemudian hari jika revisi secara umum.

“Saya sepakat revisi UUPA secara terbatas, kita kawal secara terbatas. Kalau secara umum (UUPA) yang direvisi secara keseluruhan ini tipis kemungkinan tidak terjadi masalah di kemudian hari,” kata anggota DPR Aceh, Ridwan Yunus saat menggelar sharing pendapat terkait rencana revisi UUPA, Selasa (8/11).

Menurut Ridwan Yunus, kekhawatiran tersebut muncul lantaran DPR Aceh tidak dapat mengawal secara optimal pembahasan revisi undang-undang itu karena dilaksanakan oleh DPR RI. Namun, pihak DPR Aceh hanya bisa mengawalnya di kemudian hari melalui aturan turunan UU yaitu Qanun atau Peraturan Gubernur semata.

“Mau atau tidaknya (UUPA) direvisi, kembali lagi kepada DPR Aceh atau masyarakat Aceh. Istilahnya bola sudah dilempar ke lapangan, maunya apa dimainkan atau ditendang, terserah kepada bapak-bapak,” ungkap Ridwan Yunus.

Dia kemudian merujuk kepada pengalaman politik hukum yang menggerus kewenangan Aceh pada tahun 2012. Selain itu, ada pula beberapa produk hukum baru di Indonesia yang “memutilasi” kekhususan Aceh termasuk Pemilu serentak yang sejatinya berlangsung pada tahun 2022 menjadi tahun 2024.

“Kalau memang masyarakat Aceh kompak, bukan tidak mungkin kita revisi, tetapi revisi terbatas, dengan syarat pemerintah Indonesia rela bahwa undang-undang ini dijalankan, kalau nggak diberikan kewenangan untuk ketiga azas ini disatukan menjadi lex specialist terhadap semua kehidupan di luar enam masalah ini, kita siap,” ujarnya.

Terkait kekhawatiran kekhususan Aceh ini juga disuarakan oleh Komite Peralihan Aceh (KPA) yang menilai bahwa implementasi UUPA hingga saat ini belum berjalan optimal. Wakil Ketua KPA, Kamaruddin Abubakar atau Abu Razak mencontohkan terkait lahan bagi mantan kombatan GAM dan tapol serta korban konflik di Aceh.

“Tanah (anggota) KPA saja (seluas) dua hektare (untuk) 3.000-6.000 anggota saja belum jelas sampai hari ini,” kata Wakil Ketua KPA, Abu Razak.

Padahal, menurut Abu Razak, tanah di Aceh masih sangat luas untuk diberikan kepada mantan kombatan GAM seperti nota damai yang disepakati di Helsinki. Dia bahkan terdengar kesal lantaran pemberian lahan kepada mantan kombatan kerap kali dibenturkan dengan isu-isu lingkungan.

“Kalau untuk transmigrasi, 15 hari sudah diberikan,” kata Abu Razak.

Dia berharap pemerintah tidak sibuk melakukan revisi UUPA, yang menurutnya, apa yang sudah dilahirkan sebagai produk hukum di Pusat bahkan tidak mampu dijalankan di lapangan.

Pun demikian, Abu Razak sepakat jika memang revisi UUPA dilakukan, maka wajib melibatkan seluruh elemen rakyat Aceh.

“Poin apa saja yang direvisi? Apa saja yang direvisi? Jangan sampai nggak sanggup kita kontrol. Jadi saya harap seluruh elemen sipil di Aceh satu suara dalam hal ini, kalau memang kita (rakyat Aceh) sudah sepakat, kami (KPA) ada bersama kalian,” kata Abu Razak.

Related posts