Kepala BKKBN Aceh Yakin Angka Stunting Bisa Turun di 2024

Kepala BKKBN Aceh, Safrina. (Kanal Aceh/Randi)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Kasus Stunting di Provinsi Aceh berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2022 dari 37,2 persen turun ke angka 31,1 persen. Untuk itu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Perwakilan Aceh, Safrina Salim, menargetkan angka stunting di Aceh turun sebanyak 19 persen di tahun 2024.

Hal itu dikatakan Safrina saat menggelar konferensi pers di salah satu warkop di Banda Aceh pada, Rabu (20/12). Ia menyebut target tersebut diberikan oleh Pemerintah Pusat, namun begitu ia tetap optimis angka tersebut bisa tercapai.

“Kita optimis angka stunting turun lebih besar target yang ditetapkan oleh pusat,” kata Safrina.

Baca: Kaper BKKBN Aceh Ungkap Penyebab Stunting di Simeulue Naik

Safrina mengatakan pihaknya berupaya mengatur strategi untuk memutus mata rantai stunting dengan berbagai cara. Seperti mengedukasi dan sosialisasi demi mempercepat penurunan stunting.

Safrina mengatakan pihaknya juga mengajak para perangkat desa untuk berpartisipasi dalam menurunkan angka stunting di Aceh. Seperti membentuk dapur sehat atasi stunting atau Dahsyat. Bahkan 710 keuchik diberikan pelatihan secara bertahap.

“Dahsyat juga mengedukasi masyarakat untuk memberi makanan tambahan untuk balita dengan produk lokal. Kita juga melakukan edukasi ke gampong-gampong,” katanya.

Baca: BKKBN Aceh Gaet STIT Simeulue Cegah Stunting

Di sisi lain, kata Safrina, calon pengantin juga menjadi perhatian khusus. Dalam hal ini sudah disediakan aplikasi skrining dan pendampingan (esimil) yang dapat mengecek kesehatan, ekonomi, psikologi dan lain-lain.

Safrina Salim juga menyebutkan, dari 23 kabupaten/kota di Aceh, ada dua kabupaten yang mengalami penurunan sangat signifikan, prevalensi stunting (hasil SSGI 2022) di Aceh yaitu Aceh Jaya dari 33,7 persen  turun menjadi 19,9 persen atau turun sebanyak 13,8 persen dan Pidie dari 39,3 menjadi 27,8 persen atau penurunan sebesar 11, 5 persen.

“Langkah-langkah pencegahan  harus dimulai sesegara mungkin. Banyak faktor penyebab dari munculnya persoalan ini dan tentunya sangat diperlukan koordinasi,  sinergisitas, integrasi serta komitmen para pemangku kepentingan. Sangat dibutuhkan peran serta lintas kementerian, lintas Lembaga, lintas organisasi dan lintas masyarakat bahkan lintas agama, terkait dengan perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat,” ujarnya.

Related posts