Pemerintah Dianggap Bertanggung Jawab atas Vonis 11 Warga Aceh Tamiang

Pemerintah Dianggap Bertanggung Jawab atas Vonis 11 Warga Aceh Tamiang
Ilustrasi sengketa lahan (Ist)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Pengadilan Negeri (PN) Kuala Simpang telah menjatuhkan hukuman paling tinggi 22 bulan penjara terhadap 11 warga Aceh Tamiang yang terlibat sengketa lahan dengan perusahaan perkebunan asal Medan, Sumatera Utara, PT Rapala, Kamis (28/1).

Vonis tersebut merupakan vonis yang kedua terhadap warga Aceh Tamiang yang berkonflik dengan PT Rapala yang sebelumnya pada 14 Januari 2016, PN Kuala Simpang juga memvonis seorang warga dengan hukuman yang sama, 22 bulan penjara.

Sekretaris Posko Perjuangan Rakyat (Pospera) Aceh, Muhajir menilai vonis hakim tersebut merupakan bentuk pembungkaman negara terhadap terhadap rakyat yang memperjuangkan haknya.

“11 warga tersebut bukanlah preman yang ingin merampas tanah negara, tapi rakyat yang ingin meminta kembali tanahnya yang telah diambil paksa oleh perusahaan perkebunan,” kata Muhajir kepada Kanal Aceh, Kamis (28/1).

Muhajir mengatakan 11 warga tersebut ditangkap oleh aparat polisi Polda Aceh sejak awal 2015 dan bahkan diklaim ada yang mengalami penyiksaan. Mereka dituduh melakukan kejahatan terhadap perusahaan perkebunan yang beroperasi di tanah mereka.

“Pemerintah Aceh adalah pihak yang harus bertanggungjawab penuh terhadap konflik lahan di Aceh Tamiang. Jika gubernur dan segenap jajarannya proaktif menyelesaikan konflik antara warga dengan PT Rapala ini, maka aksi kriminalisasi tersebut tidak terjadi,” ungkapnya.

Menurut Muhajir, warga telah beberapa kali melaporkan kasus ini ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tamiang, namun Pemkab lepas tangan. Bahkan, ada pejabat di kabupaten yang merayu warga agar tidak melawan PT Rapala.

“Warga juga sudah mengadukan kasus ini ke Pemerintah Aceh sejak akhir 2013. Bahkan, warga pernah bertemu langsung dengan Asisten I Pemerintah Aceh, Iskandar A. Gani pada Oktober 2014. Namun, hingga kini kasus tersebut tidak selesai,” tuturnya.

Ia menyayangkan sikap Gubernur Aceh yang dianggap tak peduli dengan nasib masyarakat di Kecamatan Bendahara dan Banda Mulia Aceh Tamiang ketika tanahnya dirampas PT Rapala.

“Apa yang terjadi di Aceh Tamiang harus membuka mata Pemerintah Aceh, bahwa ada banyak kasus lain di seluruh Aceh di mana tanahnya dirampas perusahaan, terutama perkebunan. Dan ini sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu hingga sekarang.”

Muhajir menyatakan apa yang terjadi di Aceh Tamiang, baik itu penangkapan dan juga hukuman dari pengadilan tidak menyurutkan sedikit pun perjuangan masyarakat menuntut kembali tanahnya yang saat ini dikuasai PT Rapala.

“Konflik akan terus terjadi dan pasti akan mengganggu jalannya Pemerintahan Aceh,” ujarnya. [Sammy/rel]

Related posts