Sembilan SKPK Aceh Barat dapat rapor merah

Ilustrasi rapor merah.

Meulaboh (KANALACEH.COM) – Ombudsman RI Perwakilan Aceh menginggatkan sembilan Satuan Kerja Perangkat Kabupaten (SKPK) Aceh Barat yang mendapat “rapor merah” untuk memperbaiki fasilitas pemenuhan standar pelayanan publik.

Kabid Pencegahan pada Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Rudi Ismawan di Meulaboh, Senin (13/6) mengatakan, penilaian tersebut berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan dengan merujuk pada sembilan fariabel yang menjadi objek penilaian, bahwa ada sembilan SKPK di Aceh Barat berada pada posisi “zona merah” atau tingkat pelayanan terburuk.

“Dari 15 SKPK yang kita lakukan observasi, hanya dua yang masuk katagori hijau yaitu Disdukcapil dan PTSP, selain itu masuk zona kuning dan merah, zona kuning empat dan sembilan zona merah hingga 2015,” katanya.

Pernyataan tersebut disampaikan usai mengelar pertemuan dengan sejumlah kepala SKPK di ruang rapat Bupati Aceh Barat yang dipimpin Sekda Bukhari MM, dalam pertemuan itu Ombudsman memberikan beberapa saran penting untuk dilaksanakan.

Rudi Ismawan menyebutkan, zona merah yang diberikan kepada SKPK yang bersangkutan sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, masih banyak kekurangan standar pelayanan publik di daerah itu.

Beberapa objek penilaian berdasarkan UU Nomor 25 Tahun 2009 mengamanahkan penyelengara wajib menyediakan fasilitas standar pelayanan publik harus terpampang terlihat jelas oleh masyarakat penguna layanan misalkan ruang tunggu, persyaratan, visi misi, maklumat, sarana khusus disabilitas dan sebagainya.

“Semua unit kriteria Standar pelayanan itu harus terpampang terlihat jelas penguna layanan, setiap instansi diwajibakn ada unit pelayanan pengaduan, jadi ketika masyarakat mengadu langsung ke situ, dan ini hampir semua belum ada, kerana alasan keterbatasan SDM dan bangunan serta prasana belum ada,” tegasnya.

Karenanya Ombudsman menyarankan untuk memperbaiki penilaian tersebut harus segera dibentuk minimal satu unit pelayanan pengaduan masyarakat di bawah Sekretariat Daerah bila tidak mampu menyediakan per satu unit setiap SKPK.

Rudi menjelaskan, dalam pertemuan observasi yang telah dilakukan hampir seluruh kabupaten/kota di Aceh belum memahami secara utuh UU  25 Tahun 2009, bahkan tidak jarang ditemukan terjadi kontradiktif seorang pejabat dengan tugas jabatannya.

Sebenarnya seluruh penyelenggara pelayanan pemerintah dalam Peraturan Pemerintah dan Perpres sudah diamanahkan untuk membentuk unit pengaduan dan ini hampir semua kabupaten/kota di Aceh belym menjalankan PP dan Perpres itu.

“Inilah yang hampir belum ada satupun, sebenarnya setiap instansi diwajibkan ada unit pelayanan pengaduan, jadi ketika masyarakat mengadu langsung kesitu, dan ini hampir semua daerah di Aceh juga malahan belum ada. Nama SKPK itu nanti kita sampaikan,” imbuhnya

Hasil pertemuan dan observasi tersebut, sambungnya, akan dilakukan evaluasi untuk selanjutnya menjadi bahan dalam rangka pembinaan dan pengarahan agar kosentrasi pelayanan publik di Aceh Barat lebih baik.

Pada kesempatan tersebut dirinya menginggatkan pemerintah kabupaten/kota di Aceh untuk mempertimbangkan dengan benar-benar setiap melakukukan proses mutasi pejabat agar tidak terjadi kontradiktif dengan kemampuan seseorang.

Dia berharap reformasi birokrasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/kota di Aceh harus sesuai peraturan perundang-undangan dan tidak dipolitisasi, penempatan pejabat harus benar-benar dengan kualitas, loyalitas, etos kerja, dedikasi.

“Kita sering menginggatkan pemda jangan ada lagi reformasi birokrasi yang dipolitisasi, jadi penempatan itu sesuai dan bukan sebab loyalitas dengan pejabat tersebut. Seseorang yang bekerja tidak sesuai pada porsi dan kapasitasnya justru ini menjadi penyelengara yang buruk kepada masyarakat dan indikasi suap yang besar,” katanya. [Antara]

Related posts