Pemerintah libatkan mantan teroris dalam program deradikalisasi

Menko Polhukam, Luhut Binsar Pandjaitan tengah berbincang dengan mantan teroris Ali Imron dan Jumu Tuani, saat menghadiri acara Kajian Ramadhan bertajuk Peran Islam Untuk Perdamaian Indonesia di Masjid Al Fataa, Menteng Raya, Jakarta Pusat, Selasa (28/6). (Kompas)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam), Luhut Binsar Pandjaitan menyambut baik rencana Wahid Foundation dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk melibatkan mantan pelaku terorisme dalam menjalankan program deradikalisasi.

Luhut mengatakan akan memfasilitasi keinginan tersebut dan akan mengundang Direktur Wahid Institute Yenny Wahid, pelaku Bom Bali tahun 2002 Ali Imron dan mantan komandan Pusat Komando Jihad Maluku, Jumu Tuani, ke kantor Kemenko Polhukam untuk membicarakan implementasi dari program tersebut.

“Ya keinginan itu akan kami fasilitasi dan saya pikir itu ide baik. Saya malah undang mereka ke kantor untuk program (deradikalisasi) itu,” ujar Luhut usai menghadiri Kajian Ramadhan bertajuk Peran Islam Untuk Perdamaian Indonesia di Masjid Al Fataa, Menteng Raya, Jakarta Pusat, Selasa (28/6).

Deradikalisasi, lanjut Luhut, merupakan tugas bersama seluruh elemen masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu, pemerintah tengah merancang upaya pencegahan paham radikalisme agar masyarakat terlepas dari doktrin yang gencar dilakukan oleh kelompok radikal yang ada.

“Bersama-sama dirancang dan memang sudah jalan. Sekarang tinggal kita lakukan bersama. Itu kan bukan pekerjaan satu orang ya. Itu pekerjaan bersama,” kata Luhut.

Sebelumnya, Direktur Wahid Foundation Yenny Wahid mengajak mantan pelaku terorisme seperti Ali Imron, pelaku Bom Bali tahun 2002 dan mantan komandan Pusat Komando Jihad Maluku, Jumu Tuani dalam program deradikalisasi.

Menurut dia, apabila mantan pelaku terorisme seperti Ali Imron bicara akan lebih didengar oleh orang-orang karena dia adalah pelaku di lapangan.

“Jika bicara soal terorisme, tentu tidak akan ada yang mendengar jika saya yang berbicara. Akan berbeda apabila mantan teroris yang bicara soal pengalaman mereka dulu dan akhirnya menyadari keputusan itu salah,” ujar Yenny.

Ali Imron dan Jumu Tuani, kata Yenny, bisa memberi testimoni dan mengarahkan orang untuk tidak terjebak dalam pilihan yang salah.

Keputusan menggandeng Ali Imron dan Jumu Tuani bukan dimaksudkan untuk memberi panggung tetapi justru atas permintaan mereka sendiri untuk ikut menyukseskan program deradikalisasi.

Yenny menjelaskan pilihan mereka tersebut bukanlah pilihan yang mudah karena mereka juga harus menghadapi resiko besar seperti dikucilkan dari lingkungannya.

“Kan bisa saja mereka menolak. Banyak mantan pelaku lain yang menolak. Mereka menempuh resiko besar karena bisa dikucilkan juga dari lingkungannya. Kami menghargai itu,” kata dia. [Kompas]

Related posts