Marak jual beli jabatan, ini modus-modusnya

Ilustrasi jual beli jabatan.

Jakarta (KANALACEH.COM) – Kasus jual beli jabatan di lingkungan pemerintah daerah menjadi perhatian Divisi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2017. Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menuturkan indikasi jual beli jabatan ini terjadi hampir di 90 persen daerah seluruh Indonesia.

Modus yang digunakan pun beragam. Untuk bupati inkumben, kata Pahala, modus yang digunakan adalah menggunakan kepala-kepala dinasnya sebagai tim sukses. “Kadis-kadis jadi tim sukses dan kumpulkan suara, imbalannya nanti jabatan,” kata dia saat dihubungi, Selasa (17/1).

Menurut Pahala, kepala dinas yang sering dijadikan mesin bagi bupati inkumben adalah kepala dinas yang berada di lahan basah. Misalnya pendidikan, kepala dinas kesehatan, dan kepala dinas PU. Jika di daerah tambang, biasanya kepala daerah juga mengajak kepala dinas ESDM.

“Dinas-dinas ini jadi kaya mesin buat dia, kalau dia lihat kooperatif dipertahanin, kalau enggak diganti,” ujar dia.

Pengganti kepala-kepala dinas yang dianggap tak kooperatif pun biasanya tidak melalui prosedur yang seharusnya. Pejabat yang ingin menjadi kepala dinas, kata Pahala, biasanya menghubungi anggota DPRD yang memiliki kedakatan dengan bupati, atau melalui partai politik. “Bisa juga langsung ke bupati,” ujarnya.

Jual beli jabatan tak hanya bisa dilakukan oleh kepala daerah yang inkumben. Kepala daerah baru yang notabene belum memiliki orang kepercayaan pun bisa dagang promosi jabatan melalui sponsor.

“Kalau dia maju kan pakai sponsor. Untuk balikin duit sponsor pilkada yaitu dengan jabatan yang dijual belikan,” kata Pahala. Caranya bisa dengan pihak sponsor menawarkan seseorang untuk menjadi kepala dinas. Harapannya, saat orang itu menjadi kepala dinas, bisa mengamankan perusahaan yang menjadi sponsor kepala daerah saat pilkada.

Kepala dinas usulan sponsor itu, kata Pahala, biasanya juga akan memberikan proyek APBD kepada perusahaan sponsor. Atau minimal dimudahkan untuk urusan perizinan. “Pokoknya dijagalah bisnisnya, misal perusahaan itu punya perkebunan. Itu dijaga,” kata dia.

Pahala menilai dagang jabatan yang terjadi di Klaten tergolong brutal. Sebab, biasanya kepala daerah hanya menggerakkan kepala dinas, tak sampai ke bawah-bawah seperti kepala sekolah. “Mungkin karena sistem yang sekarang bantuan itu langsung ke sekolah, enggak lewat dinas, makanya dihajar langsung,” ucap dia.

Keterlibatan DPRD dalam urusan dagang jabatan pun patut dicurigai. Pahala mengatakan, gaji anggota Dewan Daerah yang kecil membuat mereka mudah diajak menjadi calo transaksi. “Imbalannya nanti si DPRD dikasih beberapa proyek peraturan daerah yang perlu dibahas,” katanya.

Menurut Pahala, indikasi maraknya jual beli jabatan itu disebabkan oleh sistem yang digunakan saat ini keliru. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah dianggapnya menyebabkan banyak masalah. “Perampingan struktur akan membuat semakin banyak orang saling iri dan suap-suapan banyak terjadi,” ucap dia.

Dalam waktu dekat, Pahala mengatakan lembaganya akan mengadakan rapat bersama Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan Kementerian Dalam Negeri untuk membuat panduan pengisian sumber daya manusia di daerah. “Dalam konsep pencegahan, perbaikan, pengelolaan SDM, spesifiknya pengisian jabatan di daerah, KPK konsen itu di 2017,” katanya.[Tempo]

Related posts