Turki-Belanda perang mulut, Erdogan ungkit tragedi pembantaian Srebrenica

Erdogan: Kami takkan tinggalkan Qatar
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

Ankara (KANALACEH.COM) – Ketegangan diplomatik antara Turki dan Belanda kian memanas. Perang mulut pun tak terhindarkan. Kali ini, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengungkit-ungkit tragedi pembantaian Srebrenica yang terjadi di Bosnia pada 1995.

Kasus di Srebrenica termasuk pelanggaran hak asasi manusia berat, genosida. Lebih dari 8.000 umat Muslim Bosnia tewas dalam kejadian ini.

Semua korbannya berjenis kelamin laki-laki. Mereka diserang tentara Republik Srpska yang dipimpin Jenderal Ratko Mladic pada Juli 1995.

Sejumlah negara Eropa dinyatakan bersalah dalam kasus ini oleh Mahkamah Internasional. Di antaranya, pasukan Serbia Bosnia, paramiliter Serbia Scorpion dan ratusan sukarelawan dari Ukraina dan Rusia.

Sementara, Belanda yang saat itu menjadi kontingen terbesar Pasukan Perlindungan PBB, dianggap andil karena tidak mencegah invasi di Srebrenica dan membiarkan pembantaian berdarah itu terjadi. Padahal Belanda punya 400 tentara yang bisa dikerahkan.

Erdogan mengambil kesempatan ini untuk mengungkit aib tersebut. Katanya, kegagalan itu menunjukkan kalau Negeri Kincir Angin punya masalah moral. “Sarafnya mentah, moralitasnya rusak,” katanya, seperti dilansir dari BBC, Rabu (15/3).

Perdana Menteri Belanda Mark Rutte membantah tudingan itu. Dia menyebut pernyataan Erdogan sebagai penipuan atau pembohongan publik yang keji. “Erdogan semakin histeris seiring jarum jam berputar dari waktu ke waktu, saya ingin dia menenangkan diri,” ejeknya.

Turki marah kepada Belanda karena warga dan menterinya dilarang mengampanyekan referendum Ankara di negara tersebut. Bagi Belanda, itu adalah urusan politik Turki yang tidak sepantasnya digelorakan di negeri orang.

Kalau memaksa, jelas sekali Erdogan hanya bermaksud melanggengkan kediktatorannya dengan memenangkan referendum.

Presiden Erdogan mengecam larangan tersebut dan menuding Belanda mempraktikkan paham Nazi. Ketua Partai Keadilan dan Pembangunan Turki itu lantas memanggil pulang duta besarnya di Belanda ke Tanah Air. Hubungan diplomatik tingkat tinggi lainnya dengan Den Haag juga ditangguhkan untuk sementara waktu.

Terkait perang urat syaraf antara Turki dan Belanda, Ketua Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Federica Mogherini sudah meminta Istanbul menahan diri. Ia juga menegaskan agar tidak perlu lagi ada pernyataan berlebihan dilontarkan dan tindakan berisiko yang diambil, sehingga memperburuk situasi saat ini.

Sayangnya, peringatan tersebut dianggap angin lalu oleh kedua negara yang berseteru. Turki menyebut keberatan UE sesuatu yang tidak berguna. [Okezone]

Related posts