Bupati Abdya berangkatkan wartawan umrah, FSJA: Tidak tepat sasaran

Bupati Abdya berangkatkan wartawan umrah, FSJA: Tidak tepat sasaran
Bupati Aceh Barat Daya (Abdya), Jufri Hasanuddin. (Antara)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) –Sejumlah wartawan yang tergabung dalam Forum Silaturahmi Jurnalis Abdya (FSJA) di Banda Aceh menilai kebijakan Bupati Aceh Barat Daya (Abdya), Jufri Hasanuddin yang memberangkatkan empat wartawan untuk umrah dinilai tidak tepat sasaran. Hal itu ditanggapi FSJA terkait isu yang beredar.

Pasalnya, kata Koordinator FSJA di Banda Aceh Zuhri Noviandi, Bupati Jufri tidak punya alasan untuk memberangkatkan para wartawan di Abdya dengan menggunakan anggaran daerah.

“Karena tidak ada dalam aturan wartawan menerima hadiah, sebagai indentitas wartawan yang memegang erat independensi,” kata Zuhri dalam siaran pers yang diterima Kanalaceh.com, Sabtu (8/4).

Jika Bupati Jufri memberi hadiah dengan maksud karena wartawan telah membantu Pemda Abdya dalam menyampaikan informasi, kata Zuhri, itu memang tugas dari wartawan.

“Sebenarnya tugas wartawan memang untuk menyampaikan informasi. Jadi atas dasar apa bupati melakukan ini,” ucap Zuhri yang merupakan wartawan mediaaceh.co.

Hal senada juga turut disampaikan oleh Rahmat Fajri salah seorang jurnalis AJNN. Ia menilai, kebijakan Jufri tidak ada korelasi antara kesejahteraan dengan memberangkatkan wartawan umrah.

“Jadi sama sekali tidak ada hubungan antara wartawan berangkat umrah dengan kesejahteraan dan pembangunan di daerah,” sebut Fajri.

Alangkah lebih baik, kata Rahmat, anggaran yang hendak digunakan untuk memberangkatkan umrah para wartawan itu dialihkan kepada hal yang lebih bermanfaat.

“Misalnya bantuan kemanusiaan. Lumayan kan anggaran sebanyak itu untuk bantu keluarga kurang mampu,” ungkap dia.

Sementara itu, Irwan Saputra salah satu seorang jurnalis Beritakini.co menilai jika Bupati Jufri tetap memberangkatkan umrah wartawan tersebut maka hal demikian sudah termasuk dalam bentuk gratifikasi.

“Dimana sesuai dalam UU nomor 20 tahun 2001 pasal 12 b disebutkan pemberian hadiah dan termasuk tiket perjalanan yang berhubungan dengan jabatan termasuk gratifikasi. Maka itu sudah termasuk dalam suap,” jelas Irwan.

Selain itu, kata Irwan, larangan tersebut juga diperkuat dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) pasal 6 menyebutkan bahwa wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

“Segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut jadi pengetahuan umum. Suap adalah segal pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi,” pungkas dia. [Aidil/rel]

Related posts