Masyarakat tambang di Nagan Raya sesalkan pernyataan Walhi

Ilustrasi penambang. (Serambi)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Terkait dengan pernyataan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh yang memaparkan hasil investigasi penambangan emas di Kecamatan Beutong, Kabupaten Nagan Raya, komunitas masyarakat kecewa dengan beberapa tudingan dan tuduhan yang dinilai tendensius oleh Direktur Walhi Aceh Muhammad Nur dan Kepala Devisi Advokasi Nasir di kantor Walhi Aceh di Banda Aceh, Selasa (4/10) lalu.

Menurut masyarakat tambang, Mukhlis mengatakan, pernyataan tersebut dirasa sangat berlebihan. Dengan adanya bahasa ‘para penambang semakin rakus dan semakin tak terkendali dengan menggali ke kawasan pemukiman penduduk’ dinilai tidak wajar. Sebab, kenyataan dilapangan, yang melakukan penambangan dikawasan pemukiman tersebut memang penduduk pemukiman setempat. “Jadi apakah kami tidak boleh mencari rezeki di tanah kami sendiri?,” katanya dalam rilis yang diterima kanalaceh.com, Kamis (5/10).

Menurutnya, segala jenis pertambangan rakyat memang biasanya terjadi pro-kontra. Tambang yang dikelola oleh rakyat sering dituding akan merusak lingkungan. Namun, kata dia, tuduhan tersebut seyogyanya harus dikroscek secara teliti dan sesuai dengan kenyataan di lapangan.

“Memang yang namanya pertambangan pasti ada dampak negatif. Saya setuju dengan sikap Walhi yang proaktif dengan kampanye anti limbah merkuri hasil pertambangan yang akan membawa bencana bagi  kesehatan masyarakat. Akan tetapi, pertambangan rakyat di Beutong sepengamatan saya sama sekali belum ditemukan adanya bahan merkuri tersebut. Bahkan adanya kebikjaksaanaan lokal di masyarakat yang sepakat untuk tidak menggunakan merkuri dalam mengolah emas, siapapun yang menggunakan merkuri akan mendapatkan sanksi dan denda tanpa terkecuali,” sambut Edi Saputra, salah seorang aktivis pemerhati lingkungan Nagan Raya.

Pernyataan pihak Walhi, kata Edi, yang mejelekkan aktivitas tambang rakyat di Beutong, menghubungkan pertambangan emas ini dengan pembalakan liar. Ia berpendapat, pembalakan liar di kawasan Krung Cut tersebut sudah terjadi jauh sebelum adanya pertambangan mereka.

Ia mengakui, memang ada aktivitas pengambilan kayu di daerah tersebut, namun masih dalam skala kecil. Biasanya kayu- kayunya pun digunakan untuk pembangunan perumahan mukim setempat. “Tapi, apa salahnya kayu yang memang ditebang dikawasan hutan rakyat yang merupakan tanah adat dan digunakan untuk keperluan masyarakat setempat,” pungkasnya.

Dalam menyingkapi tambang rakyat ini, lanjutnya, semua harus bijak dalam bersikap. Pertimbangannnya, selama ini hampir seluruh penduduk Nagan Raya khususnya di Beutong dan Seunagan Timur, masih sangat bergantung dari pertambangan rakyat seperti itu. Selama adanya pertambangan ini, secara ekonomi kehidupan masyarakat mulai membaik, apalagi Nagan Raya dikenal berada pada urutan 5 besar daerah di Aceh yang paling banyak pengangguran.

Ia berharap, semoga polemik tambang emas milik rakyat ini segera selesai. Kemudian, pemerintah harus bersikap hati-hati dan mempertimbangkan semua sudut pandang dengan bijak.”Sehingga apapun yang menjadi kebijakan yang dikeluarkan, menjadi keadilan dan keputusan terbaik bagi seluruh masyarakat Nagan Raya,” katanya. [Randi/rel]

Related posts