Sesalkan sikap Direktur RSUZA, Haji Uma: tidak cukup hanya dengan minta maaf

Haji Uma ajak warga kembali bersatu pasca pilkada
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sudirman atau Haji Uma. (Serambi)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia ( DPD RI )asal Aceh, H. Sudirman atau akrab dikenal Haji Uma mengecam keras insiden Pelecehan seksual terhadap pasien dibawah umur yang terjadi di RSUZA Banda Aceh, 5 Oktober lalu.

Haji Uma dalam hal ini juga menyayangkan sikap Direktur RSUZA, Dr.Fahrul Jamal disalah satu media online yang menyepelekan insiden pencabulan tersebut.

“Ini adalah masalah serius dan tidak bisa dilihat sebagai masalah sepele, aksi pelecehan seksual terhadap pasien yang masih berusia dibawah umur ditempat yang seharusnya aman dan mendapat perlindungan maksimal sebagai pasien. Jadi tidak cukup hanya dengan minta maaf oleh pihak RSUZA serta pemecatan semata terhadap pelaku”, ujar Haji Uma melalui pesan tertulis yang diterima, Minggu (15/10).

Baca: Perawat tak temani pasien, Keluarga korban pelecehan seksual kecewa dengan RSUZA

Menurut Haji Uma, proses hukum harus tetap berjalan dengan tegas dan bentuk proses apapun yang dilakukan dalam penyelesaian masalah ini tidak dapat menghentikan proses hukum secara tuntas.

Baca: RSUZA bantah perawat tidak dilokasi saat terjadi pelecehan seksual pada pasien

Karena itu, Haji Uma mendesak pihak kepolisian untuk terus bekerja maksimal menyelesaikan kasus ini sesegera mungkin.

Haji Uma juga menegaskan bahwa kelalaian pelayanan yang dilakukan oleh petugas medis RSUZA yang mengakibatkan terjadinya insiden kekerasan seksual tersebut tidak dapat ditolerir sama sekali.

Baca: Pelecehan di RSUZA dinilai termasuk tindakan maladministrasi

Untuk itu, investigasi dan sanksi tegas kepada tenaga medis yang bertugas juga harus dilakukan untuk memberi efek jera agar hal yang sama tidak lagi terulang kedepannya. Sanksi ini juga sebagai bentuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap pelayanan RSUZA.

Kejahatan seksual terhadap anak adalah bentuk tindak pidana yang mengancam dan membahayakan jiwa anak, sekaligus telah mengganggu rasa kenyamanan, ketentraman,keamanan dan ketertiban masyarakat.

Apalagi Presiden Republik Indonesia pada tahun 2016 lalu baru mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang – undang  Nomor 23 Tahun 2002 tentang PerlindungAnggota. [Randi]

Related posts