Oknum PNS perkosa mahasiswi, P2TP2A Aceh: Beri hukuman yang berat

Oknum PNS perkosa mahasiswi, P2TP2A Aceh: Beri hukuman yang berat
Oknum PNS Sekdako Lhokseumawe yang merupakan pelaku pemerkosaan diperlihatkan kepada awak media di Mapolres Lhokseumawe, Jumat (22/12). (Kanal Aceh/Rajali Samidan)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Ketua Pusat pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TP2A) Aceh, Amrina Habibie memberikan apresiasi terhadap kinerja kepolisian dalam membongkar kasus-kasus kejahatan seksual yang terjadi di Aceh.

Termasuk gerak cepat Polres Lhokseumawe dalam penanganan kasus pemerkosaan oleh oknum PNS Lingkungan Pemerintahan Kota Lhokseumawe terhadap salah seorang mahasiswi.

“Kami mendukung upaya penegak hukum dalam proses penanganan kasus ini, dan mengingatkan agar aparat penegak hukum dapat menggunakan pasal yang tepat dalam KUHP, dan diiringi dengan pemeriksaan psikologis terhadap korban oleh tenaga psikolog untuk dijadikan sebagai alat bukti di depan persidangan yamg dapat memberatkan hukuman kepada pelaku atas perbuatannya,” jelasnya kepada Kanalaceh.com, Minggu (24/12).

Menurutnya, pemberian hukuman terberat kepada pelaku kejahatan seksual penting dilakukan agar memberikan efek jera pada pelaku khususnya, dan bagi masyarakat luas harus lebih waspada sehingga dapat memutus mata rantai kejahatan seksual yang sampai hari inj terus terjadi di Aceh dan angkanya terus meningkat.

Baca: Mengaku polisi, oknum PNS di Lhokseumawe perkosa mahasiswi

“Seperti yang kita ketahui bersama, kejahatan seksual terhadap perempuan di Aceh terus terjadi. Belum hilang dari ingatan musibah yang dialami D, anak korban pemerkosaan dan pembunuhan di Banda Aceh (27/3/2017) dan SC, anak perempuan yang diperkosa hingga meninggal oleh pelakunya di Aceh Utara (28/4/2017), serta rentetan kasus kejahatan seksual lainnya yang terjadi di Aceh, termasuk pencabulan oleh salah seorang oknum pimpinan dayah di Aceh Utara yang terjadi pada dua bulan lalu,” sebut Amrina.

Terkait dengan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh, Amrina memaparkan hasil pendataan P2TP2A dengan menggunakan aplikasi Simfoni, sepanjang tahun 2016 sampai 2017 terdapat 704 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh.

“Jumlah tersebut meningkat tajam dibandingkan tahun 2016 yang hanya mencapai 487 kasus di seluruh Aceh. Peningkatan jumlah kasus kekerasan diiringi dengan semakin beragamnya modus operandi dan pihak-pihak yang terlibat,” jelas Amrina.

Dukungan terhadap penangan kasus pemerkosaan di Lhokseumawe juga disampaikan oleh Presidium Balai Syura, Suraiya Kamaruzzaman. Ia berharap kasus tersebut bisa secepatnya diproses, dan pelaku mendapatkan hukuman yang berat menggunakan pidana KUHP dengan sanksi terberat.

“Hukuman cambuk untuk kasus pemerkosaan berdasarkan kasus sebelumnya dinilai belum memberikan dampak signifikan dan efek jera pada pelaku. Selain itu hal terpenting lainnya adalah kehadiran negara untuk memastikan korban mendapatkan pemulihan dan restitusi (ganti rugi) menjadi keharusan tegasnya,” kata Suraiya.

Suraiya juga mengharapkan agar segera disahkannya Rancangan Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang saat ini sudah masuk usulan pembahasan di DPR RI

“Kami mendesak dan mendukung sepenuhnya agar RUU PKS segera disahkan, hal ini mengingat situasi darurat,” pungkasnya. [Aidil/rel]

Related posts