Pecahan keramik, bukti dulunya ada pusat perdagangan di Kawasan Lamreh

Pecahan keramik, bukti dulunya ada pusat perdagangan di Kawasan Lamreh
Salah satu mahasiswa Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unsyiah memperlihatkan pecahan keramik yang ditemukan di situs Kerajaan Islam Lamuri, Desa Lamreh, Kecamatan Masjid Raya Kabupaten Aceh Besar. (Kanal Aceh/Fahzian Aldevan)

Jantho (KANALACEH.COM) – Sejak tahun 2014 lalu, situs sejarah Kerajaan Islam Lamuri sudah dilakukan pemetaan dan ditemukan sekitar 400 makam oleh pihak peneliti arkeologi dari Malaysia dan Aceh.

Selain makam situs sejarah yang berada di kawasan Lamreh, Kecamatan Masjid Raya Kabupaten Aceh Besar itu juga ditemukan pecahan keramik dalam lanjutan penelitian tersebut yang berlangsung sejak Sabtu (3/3) lalu.

Direktur Pusat Penyelidikan Arkeologi dari University Sains Malaysia, Prof. Dato’ Dr. Mokthar Saidin kepada Kanalaceh.com mengatakan, penelitian yang dilakukan kembali oleh pihaknya untuk mencoba mencari bukti lain yang masih banyak belum terungkap.

Baca: Arkeolog Aceh: Dari 400 makam di Lamuri hanya sebagian yang utuh

“Di tempat pengalian (eskavasi) ini kita sudah menemukan bukti kuat bahwa pada abad ke-15 lalu ada suatu perdagangan yang sudah besar di lokasi ini (Lamreh),” kata Prof. Dato’ Dr. Mokthar Saidin, Selasa (13/3) dilokasi penelitian.

Dikatakannya, dari enam titik lokasi yang dieskavasi, banyak ditemukannya pecahan keramik–keramik berasal dari Cina. Selain itu pecahan keramik juga ditemukan dari berasal dari Vetnam dan Thailand.

“Jadi penemuan ini walaupun hanya baru kita jumpai keramik tapi ini menjadi bukti kuat bahwa di kawasan ini (Lamreh) ada pasar yang begitu besar dulunya,” ungkapnya.

Penelitian yang bekerja sama dengan Unsyiah itu dilakukan selama 16 hari dan akan selesai pada Kamis (15/3) nanti untuk mencari fakta yang baru mengenai Kerajaan Islam Lamuri.

Prof. Dato’ Dr. Mokthar Saidin menjelaskan terkait pemilihan lokasi, pihaknya sudah terlebih dahulu melakukan pemetaan jauh sebelum ke lokasi dengan mengabungkan beberapa benda dari atas tanah.

“Tanah ini memiliki banyak bahan yang dibakar melebihi 600 derajat celcius, yang kita prediksikan banyak keramik, dan betul memang ada,” ujarnya.

Sambungnya, di kawasan penggalian itu sejak 14 tahun lalu sudah memiliki perkebunan cabai, artinya selepas hilangnya Kejaaan Lamuri kawasan ini dijadikan sebagai tempat pertanian oleh masyarakat setempat.

“Tanah asal, jauh lebih tebal sebenarnya dan lebih satu meter ke atas apalagi sudah dibawa angin dan adanya pertanian, jadi kita menjumpai lapisan budaya sangat tipis,” sebutnya.

Prof. Dato’ Dr. Mokthar Saidin menyebutkan, 50 meter dari kawasan ini ada makam Kesultanan Raja Sultan Muhammad. Maka menurut hasil yang ia temukan bersama tim adanya kaitan lokasi pemerintahan kerajaan dengan pusat perdagangan tidak jauh.

“Kita belum jumpa lagi kawasan penginapan, kawasan kubur rakyat, kawasan pelabuhan pada abad ke 14, dan terus kita cari untuk melengkapkan kerajaan Lamuri ini,” sebutnya.

Menurutnya, kawasan Lamuri merupakan Kerajaan terbesar Islam di Asia Tenggara. Maka dari itu, ia meminta kepada Pemerintah agar menjadikan situs sejarah Lamuri sebagai tempat penelitian Arkeologi.

Baca: Pembangunan pusat penelitian Arkeologi Islam di Lamreh menunggu hasil akhir

“Situs ini layak dijadikan sebagai Galeri Arkeologi Islam yang menjadikan kebanggan sendiri bagi rakyat Aceh dan Indonesia karena tidak ada di tempat lain, situs sebesar ini hanya di Lamuri,” katanya.

Penemuan pecahan keramik sepanjang kawasan Lamuri dan makam termasuk benteng, sambungnya, sudah membuktikan bahwa Lamuri ini merupakan tempat kerajaan yang begitu besar termasuk sistem perdagangannya.

“Sudah adanya perkumpulan perdagangan Cina, Thailand, Vetnam sejak Kerajaan Lamuri, perdagangan dan pelabuhannya begitu hebat,” katanya.

Sementara itu ketua tim ekskavasi dari Aceh, Dr. Husaini Ibrahim mengatakan penggalian ini untuk mencari fakta baru termasuk dari temuan pecahan-pecahan keramik.

“Apakah ada hubungan dengan benda-benda lain, jadi berdasarkan itulah kita mendapatkan fakta-fakta baru, dari benda keramik juga salah satunya,” katanya.

Husaini Ibrahim juga memberikan kesempatan bagi puluhan mahasiswa Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unsyiah untuk terjun langsung melihat bagaimana langkah dan cara eskavasi yang dilakukan oleh para Arkeologi untuk mencari fakta.

“Mereka diberikan kesempatan termasuk mencari pecahan-pecahan keramik yang ada dilokasi sesuai dengan mata kuliah dasar-dasar Arkeologi, diharapkan mampu mengali ilmu sebanyak mungkin apalagi hadir Profesor langsung di lokasi,” katanya. [Fahzian Aldevan]

Related posts