Kejati Aceh usul hentikan kasus dugaan korupsi CT Scan RSUZA

(photo: orbitdigital)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Setelah ditangani selama delapan tahun, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menghentikan kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan CT Scan di Rumah Sakit Umum Zainal Abidin, Banda Aceh.

Dugaan korupsi ini bermula dari pengadaan alat kesehatan CT Scan di Rumah Sakit Zainal Abidin (RSUZA) yang bersumber dari ABPA tahun 2008 senilai Rp 39 milliar. Kemudian tim Pansus XII DPRA (2004-2009) melakukan kunjungan ke RSUZA, awal Agustus 2009.

Saat itu, dewan menemukan berbagai kejanggalan pada pengadaan alat medis tersebut. Tim Pansus DPRA menduga ada penggelembungan harga terhadap pengadaan CT-scan dan MRI, di RSUZA Banda Aceh.

Dalam pembelian alat kesehatan itu, jumlah pagu untuk pengadaan di tahun 2008 mencapai Rp46,6 miliar. Rinciannya Rp 17,6 milyar untuk CT Scan, dan Rp39 miliar untuk MRI. Nilai kontrak tersebut dinilai terlalu mahal bila dibandingkan dengan harga alat yang sama pada distributornya di Jakarta (Siemens), yang hanya sekitar 1,1 juta dolar AS atau Rp11 miliar per-unit.

Usai kasus itu mencuat, Kejaksaan Tinggi Aceh turun tangan melakukan penyelidikan. Berdasarkan hasil audit, diketahui terdapat kerugian negara sebesar Rp 15,3 miliar. Dalam penyidikan, penyidik Kejati Aceh kemudian menetapkan lima orang tersangka.

Dua di antaranya yaitu direktur RSUZA, dr Taufik Mahdi SpOG dan mantan Kepala Bagian Sublayanan dan Program RSUZA, Toni. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka pada 1 Juli 2014.

Selain itu, ada tiga orang lain yang ditetapkan sebagai tersangka yaitu ketua dan sekretaris pelelangan proyek saat itu, SU dan M serta rekanan dari CV Mutiara Indah berinisial B. Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka pada Oktober 2018 lalu. Namun hingga kini, kelima tersangka tersebut tidak ditahan.

“Saya kemarin berusaha untuk saya hentikan, karena semua kerugian negara sudah tidak terpenuhi. Semua kerugian negara sudah dikembalikan,” kata Kajati Aceh Irdam usai melakukan sertijab Wakil Kepala Kejati Aceh di Kantor Kejati Aceh di Banda Aceh, Rabu (23/1).

Menurut Irdam, dalam kasus tersebut sudah tidak lagi ditemukan kerugian negara karena semua tersangka sudah mengembalikan kerugian negara. Namun Irdam tidak merinci kapan mereka mengembalikan kerugian negara. Selain itu, menurut Irdam, Kejati Aceh tidak menemukan tindak pidana, tapi hanya kesalahan administrasi.

Terkait penghentian kasus, kata Irdam, pihak Kejati Aceh baru mengusulkannya ke Kejasaksaan Agung. Namun dia belum mengetahui usulan itu bakalan diterima atau tidak.

“Kita baru usulkan ke pimpinan apakah disetujui atau tidak. Kita hentikan. Iya (pertimbangan sudah kerugian negara dikembalikan),” jelas Irdam.

“Ini karena kerugian negara sudah tidak ada, biar ada kepastian hukum. Biar orang gak berlarut-larut. Ini sudah delapan tahun kan,” ujarnya. [Aidan]

Related posts