Ketiga, faktor mental dan logistik dana kampanye. Kautsar akan bertarung dengan kondisi baru kalah di Pemilu 2019. Secara manusiawi ada faktor kelelahan mental sekaligus fisik akibat panjangnya masa kampanye di pemilu 2019 disertai konsekuensi habisnya sejumlah dana untuk biaya politik dan kampanye. Sehebat apapun kapasitas, popularitas dan elektabilitas seorang kandidat tanpa didukung “isi tas” mustahil akan memenangkan pilkada yang saat makin liberal dengan mahalnya cost politic.
Ada ‘variabel peluang’ dalam analisa kondisi politik yang diurai diatas; yang disebabkan oleh momentum, taktik dan tekad AHY membuktikan kemampuan diri. Prediksi saya Partai Demokrat dan Kautsar akan menjadi pusat perhatian dalam pilkada Banda Aceh 2022. Mengutip Mark Manson, “…menjadi pusat perhatian akan mendatangkan uang”. Kepiawaian Kautsar sebagai komunitor politik akan diuji pada tantangan-hambatan ini.

Beredar kabar ada calon kandidat walikota yang sudah bersiap memenangkan pilkada apabila “situasi normal” tanpa hadirnya faktor X. Ibarat permainan catur, sudah memasang strategi catenaccio catur sejak awal dengan formasi raja roker benteng. Hadirnya Kautsar sebagai faktor X ibarat langkah menyerang kuda yang unpredictable (tidak diduga), ada sisi element of surprise (elemen kejutan) dan memberikan ragam arsiran pada kekuatan figur dan dukungan di basis lawan. Diatas kertas, bakal ada nama kandidat yang mundur dari pencalonan, penyesuaian bongkar pasang paslon dan pendukung yang berbalik arah dukungan.
Perebutan suara di basis milenial
Berkaca pada pilkada terakhir, milenial Banda Aceh mampu menggeser trend dan kondisi status quo tersebut. Kemenangan Aminullah sebagai Walikota yang berasal dari Aceh Barat pada pilkada lalu salah satu faktornya karena berhasil merebut basis suara milenial.
Basis suara milenial di Banda Aceh bukan sekedar angka statistik 60% pemilih mayoritas, lebih dari itu—dukungan milenial menjadi potret kemana muara dukungan suara pemilih akan mengalir, viral atau tidaknya sebuah isu dan bisingnya kampanye di udara lewat media sosial.
Pasangan Aminullah-Zainal sekalipun tidak lagi muda secara usia, tapi nyatanya konsisten menggarap suara anak muda lewat peran Aminullah di komunitas sepakbola dan pecinta klub Persiraja dan komunitas kreatif pemuda gampong.
Dialektika wacana yang berkembang di kalangan milenial Banda Aceh saat ini adalah Banda Aceh milik kita bersama. Banda Aceh milik semua suku dan agama. Pemimpin Banda Aceh nantinya harus mampu merawat dan memastikan wacana ini menjadi mindset pembangunan Banda Aceh kedepan.
Saya mengamati Kautsar akan diuntungkan dalam perebutan basis kelompok ini. Ia “organik” dalam gesture dan identitas, memahami simbol semiotik dan isu milenial di Banda Aceh. Paham kebutuhan milenial dan responsif terhadap kondisi. Salah satu gagasan Kautsar yang saya kutip dari website kampanye Kautsar di pemilu lalu: “Karakter politik pemuda di masa depan adalah kebersamaan.
Sebagai milenial sekaligus politisi, andai saya yang juga eks aktivis mahasiswa ini punya niatan untuk ikut dalam kontestasi pilkada 2022 mendatang sebagai bakal kandidat Walikota, saya akan menghitung Kautsar sebagai kompetitor. Sambil menunggu kejutan apalagi yang akan muncul kedepan.
- Fauzan Febriansyah
(Penulis adalah Politisi Muda. Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Partai Hanura Provinsi Aceh)