DPD Dukung Revisi Qanun RTRW Aceh

DPD Dukung Revisi Qanun RTRW Aceh
Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) (Antara Foto)

Jakarta (Kanal Aceh) – Kalangan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Aceh mendukung revisi qanun yang mengatur Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Aceh.

“Kami mendorong Qanun RTRW Aceh segera direvisi. Revisi ini untuk menyempurnakan peraturan daerah tersebut,” kata Fachrul Razi, anggota DPD RI asal Aceh dalam rilis yang diterima media, Selasa (19/1).

Pernyataan tersebut disampaikan Fachrul Razi dalam pertemuannya dengan sejumlah warga Aceh yang tergabung dalam Gerakan Aceh Menggugat (GeRAM) di Gedung DPD RI.

Menurut Fachrul Razi, revisi Qanun RTRW Aceh ini terkait dengan tidak masuknya beberapa kawasan, seperti Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) sebagai salah satu Kawasan Strategis Nasional (KSN). Padahal, kawasan strategis tersebut berfungsi untuk menunjang kepastian keberlanjutan lingkungan hidup dan ekosistem yang ada di Aceh.

Fachrul Razi mengatakan, Komite I DPD RI pernah mempertanyakan masalah Qanun RTRW Aceh kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Namun, Mendagri menjawab telah memberikan evaluasi qanun tersebut agar memasukkan kawasan strategis, termasuk KEL dalam peraturan daerah itu.

“Tapi, evaluasi Mendagri tersebut tidak diindahkan. Sepertinya pengesahan qanun RTRW ada kepentingan sejumlah pihak di baliknya, sehingga qanun tersebut disahkan apa adanya,” ungkap dia.


Berita terkait:

KPBA Rumuskan Penanganan Konflik Manusia dan Satwa

Sarat Masalah Hukum, Walhi Aceh Akan Mempidanakan BPKS


 

Sementara itu, Abu Kari, warga Pining, Gayo Lues, yang ikut bertemu dengan Fachrul Razi, mengatakan dirinya bersama rekan-rekan dari Aceh menyatakan akan menggugat Mendagri agar membatalkan Qanun RTRW Aceh.

Alasannya menurut Abu Kari karena di dalam qanun tersebut tidak dimasukkan KEL ke dalam KSN. Padahal, KEL tersebut merupakan penyangga Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).

“Jika KEL rusak, tentu TNGL ikut rusak. Karena itu, kami mendesak Pemerintah Aceh merevisi Qanun RTRW dengan memasukkan KEL ke dalam qanun tersebut,” kata Abu Kari.

Selain itu, Abu Kari juga menyesalkan qanun tersebut karena tidak dimasukkan masalah hak adat atas pengelolaan hutan. Padahal, secara nasional, hak ada atas pengelolaan hutan sedang digodok untuk dimasukkan dalam undang-undang.

“Qanun RTRW Aceh sepertinya tidak mengakui hak adat masyarakat atas pengelola kawasan hutan. Padahal, hak adat ini sudah ada sejak ratusan tahun silam. Ini yang kami sesalkan,” keluhnya.

Sarbunis, warga Tapaktuan, Aceh Selatan mengatakan KEL saat ini sudah rusak. Akibatnya, bencana kerap melanda wilayah yang masuk dalam KEL.

“Kini, kami masyarakat Aceh Selatan sudah menjadi langganan banjir. Sedikit saja hujan, langsung banjir. Ini terjadi karena kerusakan KEL yang ada di pegunungan Aceh Selatan,” ungkap dia.

Sementara warga Aceh Utara yang hadir dalam pertemuan itu, Dahlan menyoroti masalah jalur evakuasi yang tidak masuk dalam Qanun RTRW Aceh. Sementara, Aceh merupakan daerah rawan bencana.

“Seharusnya RTRW Aceh juga mengatur masalah jalur evakuasi bencana. Jalur evakuasi ini penting untuk menekan risiko bencana serendah mungkin,” kata Dahlan.

Sekretaris Yayasan Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh (HAKA), Badrul Irvan mengatakan pengabaian KEL dalam peraturan daerah sama saja memberi peluang kehancuran bagi Aceh dan masyarakat.

“KEL merupakan penyangga hutan-hutan yang ada di Aceh, termasuk TNGL. Karena itu, kami terus mengampanyekan penyelamatan KEL,” kata Badrul Irvan.

Warga Aceh yang tergabung dalam GeRAM yang menemui anggota DPD RI, Fachrul Razi yaitu Juarsyah (Bener Meriah), Abu Kari (Gayo Lues), Dahlan (Lhokseumawe), Kamal Faisal (Aceh Tamiang), Sarbunis (Aceh Selata)n, dan Najaruddin (Nagan Raya). Mereka didampingi Badrul Irvan dan Nurul Ikhsan dari Yayasan HAKA dan turut dihadiri anggota DPD RI asal Aceh lainnya, H Sudirman atau yang lebih dikenal sebagai Haji Uma. []

Related posts