Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Relawan TIK Aceh (RTIK), menggelar kegiatan workshop internet syariah, yang dilangsungkan pada 2-3 Februari 2016, di Banda Aceh.
Kegiatan yang dihadiri oleh komunitas IT dan juga unsur masyarakat sipil ini, membicarakan perihal tatakelola penggunaan internet di Aceh.
Kadiv Humas RTIK, M Ali Murtaza mengaakan tujuan penyelenggaraan acara ini bertujuan agar bahasan dan wacana tatakelola internet yang selama ini ada di Indonesia tidak selalu terpusat dan tersentralisasi di Jakarta, tapi juga dapat terdesentralisasi dan dikelola di Aceh.
“Kita ingin tatakelola internet di Aceh dapat diatur dan dikelola oleh Aceh, apakah itu dalam bentuk implementasi Aceh Internet Exchange, tatakelola penetrasi insfrastruktur, ataupun regulasi pengaturan content,” katanya.
Menurutnya, saat ini, penetrasi internet di Aceh termasuk salah satu yang tertinggi di Indonesia sehingga membutuhkan tatakelola yang khusus, dan karena Aceh adalah daerah yang menerapkan Syariat Islam, maka untuk Aceh tatakelolanya kami namakan Internet Syariah.
“Penggunaan internet di Aceh harus memiliki tatakelola secara khusus, sebab daerah kita menerapkan syariat islam,” ujarnya.
Pada kegaitan workshop Internet Syariah ini, Relawan TIK Aceh menghadirkan empat orang pembicara dari Jakarta, yang merupakan aktivis dan pegiat IT utama di Indonesia yang memiliki reputasi tinggi
Valens Riyadi, dari Asosiasi Penyelengara Jasa Internet Indonesia (APJII). Dalam paparannya, Ia menyampaikan mengenai Insfrastruktur Internet di Indonesia.
Disebutkannya dalam hal infrastruktur internet di Indonesia, dalam hal tatakelola, bisa dikatakan semuanya tergantung kepada pemerintah.
Di Indoneia, katanya, terdapat 350 perusahaan yang diberikan izin untuk melakukan penyelenggaraan internet, termasuk didalamnya Telkom dan Telkomsel.
Nah, Telkom dan Telkomsel itu mengelola 70 persen jaringan, karena itu, jika kedua provinder ini mau bergerak untuk mengupgrade teknologinya ke IPV6 misalnya, maka 70% akan berhasil untuk mengatasi pornografi, judi online dan bahaya lainnya.
Dalam hal tatakelola konten negatif, di Indonesia kini Kemkominfo telah membentuk empat tim dan sudah memblokir kebih 490 ribu situs.
Karena itu, untuk kasus Aceh, dalam hal tatakelola Aceh dimungkinkan membuat tatakelola sendiri bahkan dapat membuat BUMD di bidang IT yang menyediakan fasilitas penyewaan Dag (jalur kabel) ataupun jaringan Fiber Optic yang nantinya kliennya adalah operator,” ucap ahli networking ternama Indonesia ini.
Di lain sesi workshop Internet Syariah, pembicara lainnya yaitu Donny BU, direktur eksekutif ICT Watch yang juga mantan VP Detikcom menyebut jika fokus kita selama ini tidak boleh hanya kepada aksi pembendungan konten negatif dalam ranah pornografi dan judi online semata.
“Pornografi dan judi online itu ibarat puncak gunung es, padahal masih ada hal lainnya yang lebih berbahaya, semisal pedofil online, pelanggaran privasi dalam bentuk data diri dan cyberbullying yang kerap mengenai anak-anak dibawah umur,” terangnya.
Donny BU memberikan penjelasan konprehensif mengenai bahaya laten yang tidak terdeteksi ini dalam sesi yang mengambil tema Digital Literacy (Internet Literacy), yang membahas bagaimana kita sebagai manusia yang tersentuh dunia digital dapat memaksimalkan diri untuk memahami aspek perkembangan dunia digital sehingga kita dapat membendung aspek aspek negatif yang dihadirkan okeh perkembangan internet yang amat pesat dalam satu dekade ini. [Saky/rel]