Rancangan Qanun Hukum Keluarga Juga Atur Soal Mahar Boleh Dicicil

Ilustrasi.

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Pemerintah Aceh dan DPR Aceh sedang menggodok rancangan qanun Hukum Keluarga. Selain poligami, dalam qanun juga membahas masalah mahar yang bisa dicicil.

Aturan terkait mahar ini diatur dalam Rancangan Qanun Aceh tentang Hukum Keluarga pada BAB V tentang Mahar. Mulai pasal 29 hingga 32 menjelaskan soal besaran mahar, cara pembayaran hingga posisi mahar jika terjadi perceraian.

Baca: Marak Nikah Siri, Aceh Akan Legalkan Poligami

Berdasarkan pasal 29, mahar yang diserahkan suami ke istri yaitu harus disepakati oleh kedua belah pihak. Penyerahan mahar dilakukan secara tunai dan besarannya disepakati.

Namun dalam qanun dianjurkan besaran mahar berlandaskan kesederhanaan dan kemudahan. Kemudian dalam keadaan tertentu, mahar boleh dicicil tapi harus ada kesepakatan antara kedua pihak.

BacaKomnas Perempuan Sebut Pelegalan Poligami Hanya Mengedepankan Syahwat

Hal itu juga dijelaskan oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR Aceh, Musannif. Kata dia, qanun itu juga menjelaskan soal posisi mahar jika terjadi perceraian.

“Bagaimana masalah meminang, mahar itu bagaimana posisi apabila seorang laki-laki dalam proses peminangan itu misalnya pihak laki-laki tidak jadi, artinya pihak perempuan mundur gak jadi, jadi apa yang harus dilakukan? apakah itu maharnya double atau bagaimana, itu juga di bahas,” kata Musannif, Sabtu (6/7).

Pasal lengkap yang mengatur soal Mahar dalam Rancangan Qanun Hukum Keluarga:

Pasal 29 yaitu:

(1) Calon suami wajib membayar mahar kepada calon isteri.

(2) Jumlah, bentuk dan jenis mahar sebagaimana dimaksud ayat (1) ditentukan dan disepakati oleh kedua belah pihak dengan melibatkan orang tua atau wali dari masing-masing pihak.

(3) Penentuan mahar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada azas kesederhanaan dan kemudahan sesuai dengan tuntunan syariat Islam.

(4) Mahar yang sudah diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diserahkan kepada calon isteri menjadi hak pribadinya.

(5) Mahar diserahkan dengan cara tunai.

(6) Dalam hal tertentu mahar dapat diserahkan dengan cara cicilan atau ditangguhkan dan sudah disepakati oleh kedua belah pihak.

(7) Kelalaian menyebut jumlah dan jenis mahar pada waktu akad  nikah, tidak menyebabkan batalnya pernikahan.

Pasal 30 mengatur tentang perselisihan soal mahar. “Apabila terjadi selisih pendapat mengenai jenis dan nilai mahar yang ditetapkan, diselesaikan dengan musyawarah para pihak dan dapat melibatkan lembaga adat gampong atau nama lain,” bunyi pasal tersebut.

Rancanngan Qanun Hukum Keluarga ini juga membahas masalah kecacatan mahar hingga nasib mahar jika terjadi perceraian. Kedua hal itu diatur dalam pasal 31 dan 32.

Bunyi kedua pasal tersebut yaitu:

Pasal 31

(1) Apabila mahar yang diserahkan mengandung cacat atau kurang, namun calon isteri tetap bersedia menerimanya tanpa syarat, penyerahan mahar dianggap lunas.

(2) Dalam hal calon isteri menolak menerima mahar karena cacat, calon suami wajib menggantinya dengan mahar lain.

(3) Apabila mahar pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum diserahkan maka mahar dinyatakan belum ditunaikan.

Pasal 32

(1) Suami yang mentalak isterinya qobladdukhul wajib membayar setengah mahar yang telah ditentukan dalam aqad nikah.

(2) Apabila suami meninggal qobladdukhul seluruh mahar yang ditetapkan menjadi hak penuh isterinya.

(3) Apabila perceraian terjadi qobladdukhul tetapi besarnya mahar belum ditetapkan, maka suami wajib membayar mahar mut’ah (hadiah/cuma-cuma).

(4) Apabila perceraian ba’daddukhul dan sudah menetapkan mahar, maka wajib melunasinya. (5) Apabila perceraian ba’daddukhul dan belum menetapkan mahar, maka wajib membayar mahar mitsil. [Aidan]

Related posts