Menimbang Kautsar Untuk Banda Aceh

Ilustrasi.

Komisi 2 DPR RI telah mengusulkan kepada pemerintah melalui Kemendagri bahwa jadwal pilkada Aceh akan berlangsung normal pada tahun 2022.  Maka tahun depan kita akan memasuki tahun politik menghadapi pilkada serentak untuk Provinsi Aceh dan 20 kabupaten/kota termasuk Banda Aceh.

Tahun politik masih tujuh bulan lagi, tapi sejumlah analisa calon kandidat hingga polling-polling online mulai ramai beredar di sosial media. Perbincangan politik dari dunia maya ini, kemudian hadir dalam obrolan nyata di meja-meja warung kopi sampai menyusup dalam obrolan keluarga di meja makan.

Untuk pilkada Banda Aceh sejumlah tokoh masuk dalam hitungan. Dari pemberitaan media, nama kandidat yang muncul didominasi oleh politisi yang sebagian besar merupakan ketua partai dan legislator.

Hasil pemilu 2019 menempatkan PKS, PAN dan Partai Demokrat sebagai pemenang pemilu Kota Banda Aceh dengan perolehan masing-masing 5 (lima) kursi. Berdasarkan Qanun Pilkada Aceh nomor 12 tahun 2016, dalam pasal 22 ayat 1 syarat pengajuan pasangan calon diusung minimal 15% dari total kursi.

Artinya dengan jumlah total 30 kursi di DPRK Banda Aceh, hanya ada tiga partai yaitu PKS, PAN dan Partai Demokrat yang sudah siap mengusung calon kandidat tanpa harus berkoalisi dengan partai lain untuk memenuhi syarat usungan.

Membaca langkah politik Partai Demokrat di Banda Aceh menjadi yang paling menarik. Kenapa? Partai Demokrat pernah menjadi partai penguasa di kota Banda Aceh. Jumlah perolehan kursi Partai Demokrat dari pemilu ke pemilu relatif stabil. Ini menandakan Partai Demokrat punya basis pemilih loyal di Banda Aceh.

Ironisnya pada pilkada Banda Aceh tahun 2017 Partai Demokrat memilih tidak mengusung kader sebagai kandidat. Status Partai Demokrat yang saat itu sebagai partai pemenang pemilu 2014 dengan 5 kursi, memutuskan memberikan tiket usungan kepada Illiza-Farid yang akhirnya kalah oleh pasangan Banda Aceh Gemilang Aminullah-Zainal.

Related posts