Digempur Lahan Sawit, Pemulihan Suaka Margasatwa Rawa Singkil Mendesak

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Keberadaan hutan gambut di Aceh khususnya Suaka Margasatwa Rawa Singkil kian terancam, akibat perambahan maupun ekspansi perkebunan sawit illegal. 

Rusaknya lahan gambut akan menimbulkan masalah pada aspek ekologi, ekonomi dan sosial.

Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto, mengatakan, Suaka Margasatwa Rawa Singkil yang berada di tiga kabupaten yakni Aceh Selatan, Aceh Singkil, dan Kota Subulussalam. Tiga daerah itu merupakan hutan rawa gambut bagian dari Kawasan Ekosistem Leuser.

Ia mengatakan beberapa upaya perlindungan dan pengamanan dilakukan, seperti patroli melibatkan masyarakat serta polisi hutan wilayah rawa singkil. Selain itu pihaknya juga berupaya  melakukan pendampingan kepada masyarakat terhadap kelestarian rawa singkil.

Lanjut Agus sejak tahun 2018 pihaknya melakukan restorasi terhadap blok-blok rehabilitasi. Dengan melakukan pemulihan secara alami pertumbuhannya yaitu dengan treatmen penanaman.

Selain itu, pihaknya juga sudah melakukan pemulihan ekosistem wiliayah di Aceh Selatan sejak tahun 2018 hingga 2021 sekitar 240 hektar lahan. Hal Ini terus berlangsung hingga 2024.

“Upaya terus dilakukan dalam rangka menjaga kelestarian rawa singkil, dan juga meningkatkan kesejaheraan masyarakat. agar harmoniasi antara masyarakat dan kelestarian alamnya tetap terjaga,” kata Agus dalam diskusi ”Masa Depan Rawa Singkil” yang digelar oleh  Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh secara virtual, Kamis (04/11).

Sementara itu, Direktur Konservasi Yayasan Ekosistem Lestari M. Yacob Ishadamy mengatakan ekosistem gambut kritis, khsususnya rawa singkil sebagai habitat tersisa bagi orangutan.

Menurutnya, upaya yang perlu dilakukan terkhusus dari YEL mendampingi DLHK termasuk BKSDA menyusun rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut.

Ia menambahkan, dengan potensi yang masih sangat minim dimanfaatkan saat ini yaitu isu ekonomi terutama di Singkil dengan angka kemiskinan yang cukup tinggi.

“Pembangunan keberlajutan, ekonomi dan sosialnya harus berimbang, tanpa merambah hutan Rawah Singkil,” ungkapnya.

Dari sisi penegakan, Kapolres Aceh Selatan AKBP Ardanto Nugroho, mengatakan dalam menyelamatkan Rawa Singkil, pihaknya melakukan berbagai cara yaitu preventif, seperti melakukan koordinasi dengan instansi terkait, menyosialisasi kepada masyarakat, kemudian melakukan Preventif seperti melakukan patroli bersama pihak BKSDA dan dinas kehutanan, inspeksi ke tempat-tempat yang diduga terjadi penebangan liar, di tempat industri.

Selanjutnya represif yaitu membuat laporan, penegakan hukum, melengkapi administrasi baik penyelidikan maupun penyidikam serta melakukan Rebosiasi yaitu dengan penanaman dan penghijauan kembali.

Koordinator Riset Pusat Riset  Perubahan Iklim Aceh (ACCI) USK Dr. Monalisa menyampaikan perlidungan lahan gambut juga pemberlambat laju pemanasan gloabal.

Ia mengatakan permasalahan pengelolaan gambut di Aceh di antaranya terkait sosial politik, ekonomi, legislasi dan regulasi, tenurial, dan biosfik lingkungan.

“Gambut dan masyarakt sekiatar tidak bisa dipisahkan. Kita melihat gambut menjadi eksosistem lahan basah. Terbentuk 10 ribu -40 ribu tahun silam. Mengapa kemudian terbakar dan ketika terbakar sulit pulih,” ujarnya.

Lanjutnya tanah gambut telah ada sekitar 9600 hingga 9700 sebelum Masehi. Tanah gambut akan terbentuk disekitar rawa-rawa saat terdapat tumbuhan yang mati, terjatuh dan terhambat proses pembusukannya. Katanya kondisi ini bisa dengan mudha terjadi kawasan sekitar rawa-rawa dikarenakan perairan disekitarnya memiliki tingkat keasaman yang tinggi.

Ia mengatakan ketika gambut sudah terbakar, lahan gambut sudah berkurang kesuburannya, mikroorganisme tidak ada. Lanjutnya pihaknya juga masih terus melakukan riset apa yang sebenarnya terjadi di Rawa Singkil. Karena lanjunya setiap rawa gambut mempunyai permasalahan tersendiri.

Related posts