Polisi tahan pemerkosa anak di Aceh Selatan

Polisi tahan pemerkosa anak di Aceh Selatan
Ilustrasi pemerkosaan (Liputan6)

Tapaktuan (KANALACEH.COM) – Pihak Polres Aceh Selatan menahan tersangka Tar (52) yang diduga telah memperkosa anak di bawah umur yang masih duduk di sekolah dasar (SD) di Kecamatan Pasie Raja, Kabupaten Aceh Selatan.

Kapolres Aceh Selatan, AKBP Achmadi melalui Kasat Reskrim, Iptu Darmawanto mengatakan, setelah menerima laporan dari keluarga korban, pihaknya langsung mengamankan pelaku dan kini sudah ditahan.

“Setelah menjalani proses pemeriksaan ternyata pelaku mengakui seluruh perbuatannya sehingga pelaku ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan di sel Mapolres Aceh Selatan sejak Kamis (4/3),” ujarnya di Tapaktuan, Senin (7/3).

Ayah kandung korban, Zainudin Is yang ditemui di Mapolres Aceh Selatan mengungkapkan, berdasarkan keterangan anaknya, kejadian pemerkosaan itu pada Minggu (28/2) pagi. Saat itu, korban bersama seorang temannya sedang melintas di depan rumah pelaku.

Secara tiba-tiba tersangka memanggil korban ke rumahnya. Tar yang saat itu sedang menggendong salah seorang cucunya, pura-pura menyuruh korban untuk menggendong cucunya sebentar karena hendak membeli rokok.

Permintaan Tar yang berpura-pura menyuruh memegang cucunya tersebut rupanya modus untuk menipu korban, karena saat korban telah masuk ke dalam rumahnya. Tersangka justru meletakkan cucunya di lantai dan langsung menyeret korban ke dalam kamar.

Suasana rumah pelaku yang sunyi karena seluruh keluarganya sudah keluar rumah, membuat pelaku leluasa memperkosa korban.

“Saat sudah di kamar, pelaku langsung melakukan niat bejatnya dengan cara mulut anak saya dibekap dengan kain sehingga tidak bisa berteriak,” ungkap Zainudin.

Menurut Zainudin, kejadian pemerkosaan tersebut baru diketahui pada Senin (29/2), setelah dirinya memaksa anaknya tersebut untuk mengungkapkan persoalan yang menimpanya.

Korban baru bersedia mengungkapkan identitas orang yang telah memperkosanya setelah ayah kandungnya mengancam akan menggorok lehernya jika tidak mau mengungkapkan kejadian yang menimpanya tersebut.

“Sebenarnya pada hari Minggu (28/2), saya telah menaruh curiga melihat kondisi fisik anak saya saat pulang ke rumah. Karena dia berjalan sudah mengangkang dan seperti hoyong. Namun saat saya tanya, dia tidak mau mengaku,” ungkaprnya.

Kemudian pada Senin (29/2) saat dia pergi ke sekolah, kata Zainuddin, dirinya kembali melihat di bagian belakang rok anaknya basah.

“Setelah saya periksa ternyata darah yang keluar dari vaginanya. Saat itulah saya mengambil parang, jika dia tidak mengakui siapa orang yang telah memperkosanya, maka saya ancam akan menggorok lehernya. Saat itulah dia mau mengakui bahwa dia telah diperkosa oleh Tar pada hari Minggu (28/2),” kata Zainudin.

Sementara itu, tersangka Tar mengakui bahwa dirinya telah memperkosa korban di rumahnya di Desa Lhok Sialang Rayeuk, Kecamatan Pasie Raja, Kabupaten Aceh Selatan.

“Saat itu, korban sedang menonton TV di rumah saya, lalu saya kasih uang Rp200 ribu. Kemudian saya ajak masuk kamar, dia mau masuk ke kamar saat itulah saya perkosa. Tidak benar kalau saya bekap mulutnya dengan kain, dan dia tidak berteriak,” ungkapnya.

Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Aceh Selatan, Bripka AR Fadhly menyatakan atas perbuatannya tersebut tersangka dijerat dengan pasal pencabulan, persetubuhan dan pelecehan seksual pasal 76 D UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman penjara 15 tahun.

Kemudian, melanggar Qanun Nomor 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat dengan ancaman hukuman cambuk paling banyak 175 kali.

Kepala Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Aceh Selatan, Masliah mengatakan, selain melakukan proses pendampingan hukum terhadap korban, pihaknya juga akan melakukan pendampingan untuk pemulihan psikologis anak tersebut sehingga masa depannya tetap terjamin.

“Sejak kejadian tersebut, korban tidak berani lagi pergi ke sekolah dan bahkan tidak berani keluar rumah karena merasa malu sama kawan-kawannya. Hal itu menandakan bahwa psikologisnya sudah terganggu. Jika dalam waktu dekat ini kondisi jiwa korban belum pulih, maka kami akan membawa atau merujuk korban ke psikolog di Banda Aceh,” ujar Masliah.

Masliah menambahkan pihaknya juga mendorong Pemkab Aceh Selatan khususnya seluruh pemerintah desa di daerah itu menggencarkan langkah sosialisasi tentang ilmu agama agar warga menjauhi perbuatan asusila serta pemahaman dampak hukum yang akan diterima jika melakukan perbuatan tersebut.

“Di setiap desa sekarang ini ada dana desa. Dalam dana itu dibenarkan menganggarkan untuk kegiatan sosialisasi tersebut. Maka kami mendorong pemerintah desa dalam Kabupaten Aceh Selatan agar menggencarkan langkah sosialisasi dan pemahaman hukum kepada masyarakat. Sebab selama ini kejadian kasus pencabulan dan seksual sudah tergolong tinggi di Aceh Selatan,” katanya. [Antara]

Related posts