KPK panggil mantan Menko Perekonomian terkait kasus BLBI

KPK panggil mantan Menko Perekonomian terkait kasus BLBI
mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Dorodjatun Kuntjoro Jakti dipanggil KPK, Kamis (4/5). (Detik.com)

Jakarta (KANALACEH.COM) – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian era Presiden Megawati Soekarnoputri, Dorodjatun Kuntjoro Jakti.

Dia diperiksa terkait kasus dugaan korupsi dalam penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) untuk Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim.

“Dorodjatun Kuntjoro Jakti diperiksa sebagai saksi,” kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (4/5).

Dorodjatun bakal diperiksa sebagai saksi untuk mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung. Syafruddin telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus itu.

Dorodjatun memenuhi panggilan penyidik KPK dan telah datang sejak pukul 10.00 WIB. Dia langsung masuk ke gedung Lembaga Antirasywah. Tidak lama menunggu di lobi, Guru Besar Emiritus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) itu langsung naik ke ruang pemeriksaan.

Dorodjatun sempat dimintai keterangan pada akhir 2014. Saat itu, kasus masih dalam tahap penyelidikan. Dorodjatun menjabat sebagai Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) saat SKL BLBI untuk BDNI dengan obligor Sjamsul Nursalim diterbitkan.

Selain Dorodjatun, penyidik KPK juga telah meminta keterangan mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri Kwik Kian Gie dan Rizal Ramli. Mereka diperiksa dalam kapasitas sebagai menteri dan ketua KKSK.

KPK juga telah menggali keterangan dari bekas Kepala Loan Work Out BPPN, Dira Kurniawan Mochtar, Rabu 3 mei 2017. Dia mengaku dikonfirmasi soal penagihan kewajiban Sjamsul Nursalim, terutama soal aset PT Dipasena Citra Darmaja yang diduga tidak direstrukturisasi dalam litigasi BDNI.

Menurut KPK, kewajiban Sjamsul Nursalim yang mesti diserahkan ke BPPN sebesar Rp4,8 triliun sebelum SKL bisa diterbitkan.

Namun, Sjamsul Nursalim baru membayar lewat penyerahan aset petani tambak Dipasena yang nilainya hanya Rp1,1 triliun. Negara diperkirakan merugi hingga Rp3,7 triliun. [Metrotvnews]

Related posts