Makam Ulama dan Raja di Banda Aceh tercemar limbah

Makam Ulama dan Raja di Banda Aceh tercemar limbah
Sejarawan Aceh menunjukkan Artefak sejarah berupa nisan raja dan ulama dilokasi pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (Ipal) di Gampong Pande, Kota Banda Aceh, Selasa (29/8). (Kanal Aceh/Randi)

Banda Aceh (KANALACEH.COM) – Situs kerajaan Aceh pada masa kerajaan Lamuri, berupa makam ulama dan Raja di kawasan Gampong Pande dan Gampong Jawa, Kota Banda Aceh, dijadikan tempat pembuangan akhir dan pembuangan tinja.

Apalagi dikawasan itu sedang dibangun proyek Instalasi Pengolahan Air Limbah (Ipal). Artefak sejarah pun banyak ditemukan dilokasi saat pengerukan tanah, seperti nisan yang diduga kuat sebagai nisan para ulama dan raja terdahulu.

Tak jauh dari lokasi ditemukannya nisan tersebut, juga terdapat bekas pondasi istana dan Masjid Darul Makmur yang dibangun pada masa Sultan Johan Syah (1205-1234 M). Diperkiraan dilokasi itu juga masih banyak peninggalan sejarah lainnya yang tertimbun tumpukan sampah.

Arkeolog dan sejarawan Aceh, Husaini Ibrahim menyebutkan, lokasi dibangunnya Ipal itu terdapat banyak makam ulama zaman kerajaan, yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya kota Banda Aceh serta menjadi titik nol Banda Aceh. Sehingga ia sangat menyayangkan makam yang seharusnya dilestarikan tapi malah dijadikan lokasi pembuangan limbah.

“Apalagi disini pernah berdiri sebuah kerajaan islam di Asia Tenggara, jadi kita sangat menyayangkan bila kawasan bersejarah dijadikan tempat pembuangan,” kata Husaini kepada wartawan saat meninjau lokasi proyek Ipal tersebut, Selasa (29/8).

Baca: Situs sejarah di Banda Aceh dijadikan tempat pembuangan tinja

Dikatakannya, merujuk pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 mengenai cagar budaya, semua pihak wajib bertanggungjawab untuk melestarikan cagar budaya tersebut.

Hal senada dikatakan oleh Ketua Khazanah Raja Aceh, Tgk Raja Zulkarnain, proyek yang dikerjakan oleh Kementrian PUPR itu harus segera dihentikan. Bila tidak, pembangunan itu telah melanggar peraturan tentang cagar budaya.

“Masih diduga saja kawasan itu (peninggalan sejarah) tidak boleh diganggu, apalagi yang sudah terbukti,” ujarnya.

Untuk itu, pihaknya meminta pemerintah pusat dan Aceh segera menghentikan proyek itu. Jika tidak, kata dia, ini sama saja menginjak marwah sejarah Aceh.

“Setelah diketahui ada bukti peninggalan arkeolog sejarah, itu harus dihentikan atau dipindahkan,” pungkasnya. [Randi]

Related posts